Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Bursa Efek Indonesia (BEI) masih belum membuka penghentian perdagangan saham (suspensi) PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI). Alasannya manajemen Bursa menilai belum ada kejelasan soal rencana bisnis perseroan ke depan. Apalagi perseroan diketahui berencana untuk menjual aset yang justru berhubungan dengan inti bisnis mereka.
ADVERTISEMENT
"Penjualan aset itu menimbulkan pertanyaan nih. Dari core bisnisnya kalau sudah dilakukan penjualan apakah dilakukan peremajaan atau mengubah kegiatan bisnis? Itu yang akan kita dalami untuk pastikan bahwa once kewajiban obligasi terpenuhi, ke depannya kejelasannya seperti apa," ungkap Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna di Main Hall Gedung BEI, Jakarta, Jumat (10/5).
Saham TAXI sudah dihentikan perdagangannya sejak 25 Juni 2018. Salah satu masalahnya adalah perusahaan tak memenuhi kewajibannya membayarkan kupon obligasinya. Perusahaan diketahui sudah menunggak pembayaran kupon selama beberapa kali dengan alasan permasalahan likuiditas. Perseroan akhirnya menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) sebanyak tiga kali hingga akhirnya disetujui adanya Penambahan Modal Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTMHMETD) alias private placement untuk konversi obligasi menjadi saham.
ADVERTISEMENT
Operator Taksi Express bakal melakukan konversi obligasi menjadi saham sebanyak 10 miliar saham dengan nominal maksimal Rp 1 triliun. Nilai tersebut setara dengan 466,07 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan. Ada dua skema yang bakal ditempuh oleh perusahaan demi membayar obligasi senilai Rp 1 triliun tersebut. Pertama, senilai Rp 400 miliar dari pokok obligasi akan dikonversi menjadi saham dengan nilai konversi sesuai ketentuan yang berlaku.
Sedangkan langkah kedua yaitu dengan melakukan konversi obligasi tanpa bunga sebesar Rp 600 miliar dengan tanggal jatuh tempo pada 31 Desember 2020. Pokok obligasi ini diamortisasi setiap tiga bulan sesuai dengan jumlah hasil penjualan jaminan berupa tanah dan kendaraan bermotor.
Meski hasil RUPSLB memberikan harapan positif namun Nyoman tetap menegaskan bahwa perseroan harus memperjelas going concern dan menyampaikannya langsung ke manajemen bursa. Ini dilakukan untuk menghindari adanya suspensi kembali di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
"Jadi once penyebab dari suspend sudah terpenuhi, maka kita pastikan lagi going concern. Karena kalau kita buka tapi going concern-nya ada masalah, jangan sampai buka tutup buka tutup. Kan enggak bagus image-nya. Bisnisnya ini dia mau bawa ke mana? Ini belum ada,” tandasnya.