Berkaca dari Jatuhnya SVB, Investor Waspadai Anjloknya Saham Deutsche Bank

26 Maret 2023 18:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Deutsche Bank. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Deutsche Bank. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Saham bank terbesar Jerman Deutsche Bank anjlok lebih dari 11 persen. Ini membuat investor was-was terlebih karena krisis yang dialami sejumlah bank di AS dan Credit Suisse imbas kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB).
ADVERTISEMENT
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran semakin meluasnya krisis sektor perbankan global.
Dikutip dari Reuters (26/3), indikator tekanan di pasar keuangan yang lebih luas juga terlihat dengan jatuhnya nilai tukar euro hingga turunnya imbal hasil obligasi pemerintah di zona Eropa.
Sebagai upaya untuk meyakinkan investor, Departemen Keuangan AS mengatakan, Dewan Pengawas Stabilitas Keuangan, yang terdiri dari kepala sejumlah regulator AS meyakinkan bahwa sistem perbankan AS masih kuat dan tangguh.
Pertemuan yang dipimpin Menteri Keuangan AS Janet Yellen, yang komentarnya diawasi ketat oleh pasar untuk indikasi seberapa jauh pihak berwenang bersedia untuk menopang sektor perbankan setelah keruntuhan Silicon Valley Bank dan Signature Bank (SBNY.O) awal bulan ini.
Deutsche Bank disorot investor dengan anjloknya saham hingga sampai 11 persen. Indeks saham bank top Eropa juga ditutup turun 3,8 persen.
ADVERTISEMENT
"Pasar curiga atau lelah mungkin cara yang lebih baik untuk menjelaskannya, bahwa ada lebih banyak masalah di luar sana yang muncul. Butuh waktu berminggu-minggu tanpa masalah dalam sistem perbankan sebelum pasar yakin bahwa ini bukan masalah sistemik," kata Joseph Trevisani, analis senior di FXstreet.com.
Firma riset Autonomous mengatakan bahwa Deutsche Bank bukan Credit Suisse berikutnya. Sementara analis JPMorgan menulis bahwa pihaknya tidak khawatir dan yakin fundamental Deutsche Bank solid.
"Ini adalah bank yang sangat menguntungkan. Tidak ada alasan untuk khawatir," kata Kanselir Jerman Olaf Schulz.