BI Sebut Ekonomi RI Kuartal I 2025 Masih Tinggi Meski Tak Sesuai Konsensus Pasar

7 Mei 2025 14:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kawasan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (6/12/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kawasan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (6/12/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,87 persen di kuartal I 2025 masih tinggi meskipun tak sesuai konsensus pasar di kisaran 4,92 persen secara tahunan (year on year/yoy).
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 melambat ke 4,87 persen secara tahunan. Secara kuartalan (quarter to quarter/qtq), pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terkontraksi 0,89 persen pada kuartal I 2025.
Realisasi pertumbuhan ekonomi secara tahunan tersebut lebih rendah dibandingkan kuartal I 2024 sebesar 5,11 persen (yoy), juga lebih rendah jika dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,02 persen (yoy).
"Meskipun rilis PDB kuartal I 2025 kelihatannya di bawah konsensus pelaku pasar kita di 4,92 persen, kejadiannya di 4,87 persen, tapi 4,87 persen still high enough bagi investor," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, saat Taklimat Media, Rabu (7/5).
Selain itu, Erwin juga meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tersebut masih berada dalam sasaran berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI April 2025.
ADVERTISEMENT
"Pak Gubernur menyampaikan somehow kita below titik tengah 4.7 sampai 5.5 persen, artinya kan pertumbuhan kita masih cukup promising dibandingkan negara-negara lain," ungkap Erwin.
Kepercayaan Investor Asing Membaik
Erwin menjelaskan, selain angka pertumbuhan ekonomi yang masih baik, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga semakin menguat bahkan sudah di bawah level Rp 16.500 per dolar AS.
"Nilai tukar kita juga menunjukkan kondisi yang membaik. Kita sempat bergerak di bawah 16.500, terendah itu sempat di Rp 16.420. Meskipun kelihatannya untuk turun ke bawah 16.400 itu support-nya cukup strong, selalu membal," katanya.
Erwin pun memastikan BI terus mempertahankan stabilitas ekonomi makro dan memastikan likuiditas dalam keadaan cukup untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan investor untuk repatriasi dividen dan korporasi-korporasi yang melakukan pembayaran utang luar negeri.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, lanjut dia, BI juga melihat arus modal masuk (capital inflow) juga mulai meningkat, di saat arus modal keluar (capital outflow) sudah mereda meskipun masih terbilang tinggi baik itu di pasar saham, SRBI, maupun SBN.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, saat Taklimat Media BI, Rabu (7/5/2025). Foto: Fariza/kumparan
Kondisi capital outflow secara akumulasi terlihat sejak awal tahun 2025 hingga saat ini, terutama dipengaruhi oleh pasar saham Indonesia. Namun, dalam beberapa kali lelang terakhir, BI melihat capital inflow sudah mulai terjadi di pasar SBN dan SRBI.
"Outflow sudah mulai mereda tidak ke bawah terus, kemudian sudah mulai menurun, kemudian aliran modal asing masih mengalami (outflow), kemudian SRBI, tapi SBN kelihatannya sudah mulai lebih baik," jelas Erwin.
Erwin menyebutkan semua indikator tersebut menandakan bahwa kepercayaan investor asing maupun dalam negeri mulai membaik. Meskipun kepastian negosiasi perang tarif AS, terutama dengan China, akan sangat menentukan arus investasi global.
ADVERTISEMENT
"Ini tanda-tanda yang menurun hemat kami, kepercayaan investor sudah mulai kembali, tinggal kita bagaimana upaya dan langkah yang kita lakukan menjaga agar supply instrument tetap ada dengan stabilitas," ujarnya.
Pembicaraan antara AS dan China, kata Erwin, akan sangat mempengaruhi lanskap perdagangan hingga pasar keuangan global, Sebab menurutnya, para investor tidak akan terus menahan modal alias wait and see selamanya.
"Begitu itu agak clear, setiap negara kemudian bisa melakukan rekalkulasi terkait impact kepada ekonominya masing-masing, dan investor global sudah bisa merekalkulasi dalam kondisi landscape yang baru," ujarnya.