Bisnis Senjata Ramai: Rusia Beli Peluru Korut, Ukraina Beli Antidrone Israel

14 September 2022 10:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prajurit Ukraina memeriksa amunisi dari kendaraan militer yang hancur, di tengah invasi Rusia ke Ukraina, di wilayah Sumy, Ukraina, Senin (7/3/2022). Foto: Ukrainian Ground Forces/Handout via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Prajurit Ukraina memeriksa amunisi dari kendaraan militer yang hancur, di tengah invasi Rusia ke Ukraina, di wilayah Sumy, Ukraina, Senin (7/3/2022). Foto: Ukrainian Ground Forces/Handout via REUTERS
ADVERTISEMENT
Perang Rusia-Ukraina membuat bisnis senjata, amunisi, dan sistem pertahanan jadi ramai. Informasi terbaru mengungkapkan, Rusia membeli peluru dari Korea Utara (Korut), sementara Rusia membeli perangkat anti-drone dari Israel.
ADVERTISEMENT
Pembelian sistem pertahanan anti-drone oleh Ukraina dari Israel, diungkapkan media Israel Zman Yisrael. Media berbahasa Ibrani itu melaporkan, pembelian sistem anti-drone dilakukan melalui Polandia, untuk mencegah embargo oleh Israel.
"Perusahaan Israel melaporkan penjualan sistem anti-drone ke Kementerian Pertahanan Israel, dengan mengatakan bahwa pembelinya adalah Polandia. Perusahaan tersebut tampaknya tidak mengetahui bahwa Polandia hanyalah mediator dan mentransfer sistem tersebut ke Ukraina," demikian ditulis Zman Yisrael, dikutip Selasa (14/9).
Sistem anti-drone, yang dapat mencegat dan mengganggu kendaraan udara tak berawak, diklasifikasikan oleh Kementerian Pertahanan Israel sebagai teknologi pertahanan canggih dan karena itu tidak dapat dijual ke Ukraina. Meski demikian, media itu juga menyebut Pemerintah Israel tidak terlihat berkeinginan membatalkan transaksi tersebut.
Parade militer Rusia. Foto: Host photo agency/Mikhail Voskresenskiy via REUTERS
Sementara itu laporan intelijen Amerika Serikat (AS) melaporkan Rusia membeli jutaan peluru dan roket dari Korea Utara (Korut). The New York Times menulis, transaksi senjata Rusia-Korea Utara itu membuktikan bahwa embargo Barat terhadap Rusia berjalan efektif.
ADVERTISEMENT
Selain senjata dan artileri dari Korea Utara, Rusia juga disebut membeli drone militer dari Iran. Tapi AS menyebut drone tersebut memiliki masalah mekanik.
"Ini sebuah tanda bahwa sanksi global telah sangat membatasi rantai pasokannya dan memaksa Moskow untuk beralih ke negara-negara paria untuk pasokan militer," tulis The New York Times mengutip laporan intelijen AS.
Perang Rusia-Ukraina telah meningkatkan perdagangan senjata secara global. Selain oleh Rusia dan Ukraina sebagai negara yang terlibat perang, negara-negara lain juga meningkatkan anggaran pertahanan untuk mengantisipasi meluasnya serangan militer.
Ilustrasi pesawat Lockheed AC-130. Foto: Shutterstock
Peningkatan anggaran pertahanan terjadi terutama di negara-negara Eropa. Jerman misalnya, mengalokasikan anggaran militer mereka jadi USD 110 miliar atau setara Rp 1.600 triliun. Jumlah itu setara 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka.
ADVERTISEMENT
Meski dunia ingin berdamai dan menghindari perang, namun konflik militer disambut positif industri senjata terkemuka seperti Raytheon dan Lockheed Martin. "Secara terbuka, mereka memberi tahu para investor bahwa konflik Ukraina baik untuk bisnis," tulis The Wire.
Sementara itu laporan tahunan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada 2021 mengungkapkan, perdagangan senjata global dimonopoli oleh 10 negara. Ke-10 negara itu adalah Cina, Prancis, Jerman, Rusia, AS, Israel, Italia, Korea Selatan, Spanyol, dan Inggris.
Dari 10 negara itu, Cina, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS menyumbang 75,9 persen selama 2016-20. Sementara Israel, Italia, Korea Selatan, Spanyol, dan Inggris menguasai 14,4 persen pangsa pasar senjata.