BNI Buka Suara soalSilicon Valley Bank Bangkrut: Deposan Dalam Negeri Masih Kuat

15 Maret 2023 19:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BNI, Rabu (15/3/2023). Foto: Bank BNI
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BNI, Rabu (15/3/2023). Foto: Bank BNI
ADVERTISEMENT
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI merespons tentang dampak penutupan bank asal Amerika Serikat (AS) Silicon Valley Bank (SVB) yang terjadi pada Jumat (10/3).
ADVERTISEMENT
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini meyakini modal bisnis yang dijalankan perseroan sudah sangat kuat, ditandai rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) atau CAR BNI tercatat lebih di atas 20 persen.
“Kita melihat perseroan saat ini tidak memiliki eksposur terhadap Silicon Valley Bank (SVB). Kemudian, tentunya dengan apa yang kondisi SVB ini kita perlu belajar,” kata Novita di konferensi pers RUPS, Rabu (15/3).
Novita menyebut CAR BNI saat ini masih berada di atas ketentuan regulator, bahkan lebih tinggi dari bank global lainnya. Posisi likuiditas bank BUMN ini juga di atas ketentuan dari otoritas.
“Kemudian dari liabilitas perseroan didominasi pendanaan yang stabil, yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) dan hanya kurang dari 10 persen yang berasal dari pendanaan wholesale,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Novita melanjutkan, 30 persen kepercayaan deposan dalam negeri juga masih kuat terhadap kondisi perseroan. Kemudian 80 persen dari aset BNI merupakan kredit, sedangkan sisanya sebesar 20 persen adalah obligasi.
“Untuk porsi obligasi, komposisinya 94 persen adalah obligasi pemerintah dengan tenor yang pendek sehingga risiko relatif lebih rendah,” tuturnya.
Selain itu, BNI menjalankan mitigasi risiko bisnis terkait stress test secara berkala dan suku bunga. Perseroan melakukan diversifikasi aset untuk mengurangi risiko.
“Kalau kita secara industry, modal kondisi bank di Indonesia di atas 20 persen. Kondisi perbankan di Indonesia masih cukup untuk memitigasi risiko kemungkinan terjadi,” pungkas Novita.