Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Klaus melihat China sudah melakukan reformasi kebijakan pada tahun 1979 dan negara-negara ASEAN terlambat mengubah kebijakannya.
“Mungkin negara-negara ASEAN terlambat memulainya jadi jika dibandingkan dengan China. Saya mengikuti China telah melakukan reformasi kebijakan pada 1979, kebijakan yang dibuat sangat terintegrasi,” kata Klaus dalam diskusi panel ASEAN Business & Investment Summit di Hotel Sultan, Senin (4/9).
Meski demikian, Klaus melihat ekonomi ASEAN di masa depan masih bisa tumbuh. Hal ini tercermin dari rata-rata pertumbuhan ekonomi global di kisaran 5-6 persen.
“Ini berarti menggandakan PDB daerah Asia Tenggara setiap 12 hingga 13 tahun. Jadi ini terjadi di bulan Agustus namun ada sesuatu yang berubah,” tuturnya.
Klaus mengibaratkan negara China dan Amerika seperti ikan besar, sementara negara-negara ASEAN punya kesempatan layaknya ikan yang bergerak cepat. Dalam diskusi bersama Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, ia yakin bidang artificial intelligence menjadi kunci pada industri 4.0.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mewaspadai pelemahan ekonomi China dapat merembet ke perekonomian Indonesia, yang menurut BI saat ini sedang moncer jika dibandingkan negara berkembang lain bahkan di seluruh dunia. Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, pertumbuhan ekonomi di China lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah serta utang rumah tangga yang tinggi.
"Bagaimana dampaknya dari China, memang penurunan pertumbuhan ekonomi China kita lihat juga menurunkan kinerja ekspor kita, meskipun masih tinggi dan masih bagus," jelas Perry saat konferensi Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (24/8).