Buruh Klaim Sistem Pengupahan Era Jokowi Sama dengan Soeharto

26 Desember 2018 16:31 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuding, sistem pengupahan buruh era Presiden Joko Widodo (Jokowi) mirip dengan zaman pemerintahan Presiden Soeharto, yakni sama-sama rezim yang pro terhadap upah buruh yang murah.
ADVERTISEMENT
Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, hal tersebut tampak dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dia menyebut, aturan itu membuat kenaikan upah buruh menjadi dikendalikan oleh negara.
"Pemerintah hari ini mengulang kembali kebijakan upah yang pro upah murah. pemerintah sekarang adalah pro rezim upah murah yang dijalankan hanya pada rezim Soeharto," ucapnya saat ditemui di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Rabu (26/12).
Dia menjelaskan, PP Nomor 78 Tahun 2015 memang memastikan upah akan naik setiap tahun berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun dalam beleid itu buruh tidak diberikan hak runding terkait kenaikan upah setiap tahun.
Sejumlah elemen buruh di Yogyakarta menggelar aksi demontrasi di Titik Nol Km Yogyakarta, Rabu (31/10/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah elemen buruh di Yogyakarta menggelar aksi demontrasi di Titik Nol Km Yogyakarta, Rabu (31/10/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
"Bagaimana ada peningkatan kesejahteraan kalau perundingan saja tidak ada. Dalam PP 78 Tahun 2015, negara merampas hak berunding serikat buruh dalam merundingkan upah bersama asosiasi pengusaha," kata Said Iqbal.
ADVERTISEMENT
Hal itu, menurut dia sama seperti pada zaman kepemimpinan Presiden Soeharto, di mana gaji dipastikan naik setiap tahun melalui perhitungan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), namun tidak ada perundingan buruh bersama asosiasi pengusaha.
"Dari zaman Soeharto upah naik tiap tahun itu pasti melalui yang disebut dulu KFM, tapi tidak ada lagi hak runding. Hari ini sama," tegasnya.
Sebelum terbit PP 78 Tahun 2015, sistem pengupahan buruh di Indonesia dihitung berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2012. KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 (satu) bulan.
Mekanisme perhitungannya adalah sebelum menetapkan Upah Minimum Propinsi, Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi akan melakukan survey KHL yang terdiri atas 60 item.
ADVERTISEMENT