Buruh Minta Pengusaha Tak Jadikan UMKM Tameng Agar Upah Minimum Tidak Naik

3 November 2021 16:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melakukan orasi saat unjuk rasa buruh di depan kawasan Patung Arjunawiwaha atau Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11).  Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melakukan orasi saat unjuk rasa buruh di depan kawasan Patung Arjunawiwaha atau Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Serikat buruh menyoroti alasan pengusaha terkait tidak mampunya UMKM membayar upah bila upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022 dinaikkan.
ADVERTISEMENT
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebelumnya beralasan bahwa UMKM tidak akan sanggup untuk membayar upah apabila ketentuan pengupahan itu dinaikkan.
Said Iqbal membantah argumentasi tersebut, sebab menurutnya sistem pengupahan di UMKM sejak dulunya memang tidak berpatokan pada ketentuan upah minimum yang berlaku.
"Oh UMKM enggak mampu, dari dulu enggak ada yang bayar upah minimum. Kami setuju kok UMKM enggak bayar upah minimum. Enggak usah diseret-seret UMKM jadi argumentasi Apindo. Dari 20 tahun lalu, UMKM memang enggak bayar upah minimum," ujar Said Iqbal dalam virtual conference, Rabu (3/11).
Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Serikat buruh juga menolak acuan pengupahan untuk tahun depan mengacu pada Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja dan aturan turunannya. Sebab menurutnya, undang-undang tersebut hingga saat ini masih dalam proses penolakan secara hukum oleh para pekerja.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, masih berjalannya uji formil dan materil beleid tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK), dijadikan acuan bahwa undang-undang tersebut tidak bisa diterapkan. Atas dasar itu, dia menilai bahwa aturan masih harus mengacu pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Omnibus Law dan turunan belum inkrah, enggak bisa dijadikan dasar, KSPI pakai UU 13 tahun 2003 dan PP 78 Tahun 2015. Bahwa kenaikan UMK menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan hidup layak," tuturnya.
Karena itu, KSPI dan serikat buruh lainnya yang tergabung dalam Partai Buruh tetap menuntut pemerintah agar menaikkan UMK antara 7 hingga 10 persen tahun depan. Iqbal yang juga Presiden Partai Buruh mengatakan persentase kenaikan ini sesuai dengan perhitungan kebutuhan hidup layak.
ADVERTISEMENT