Calon Anggota BPKN Soroti Soal Perlindungan Konsumen dalam Belanja Online

13 Juli 2020 14:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Belanja Online Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Belanja Online Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
DPR hari ini, Senin (13/7) menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
ADVERTISEMENT
Salah satu calon adalah Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman. Dalam paparan visi dan misinya, Adhi menyoroti soal perlindungan konsumen dalam transaksi online.
Adhi mengatakan, di era digital saat ini belanja online makin marak dan punya cakupan sangat luas, bahkan lintas negara. Sayangnya, belum ada regulasi yang melindungi hak-hak konsumen saat melakukan belanja online.
"Terjadi perdagangan online antar negara. Isu ekonomi digital mengemuka dalam hubungan perlindungan konsumen antar bangsa. Semua ini masih belum tertangani dengan baik dalam regulasinya sehingga banyak sekali transaksi-transaksi yang sebenernya tidak bisa dipercaya," kata Adhi.
Menurut dia, perlu adanya penguatan perlindungan konsumen khususnya dalam belanja online. Sebab selama ini menurut Adhi, banyak terjadi dispute antara pelaku usaha dan konsumen. Dispute ini akibat transaksi yang tidak dapat dipercaya.
ADVERTISEMENT
"Kami fokus mempersiapkan supaya transaksi bisa dipercaya. Kesenjangan regulasi banyak terjadi di era digital ini," ujarnya.
Belanja online saat new normal Foto: Shutterstock
Selain itu, Adhi juga menyampaikan keluhan soal terbatasnya wewenang BPKN. Dia menilai selama ini BPKN hanya menerima pengaduan atau keluhan dari konsumen. Selanjutnya BPKN memberikan rekomendasi perbaikan pada pihak-pihak terkait.
Sayangnya tidak ada wewenang monitoring dan evaluasi atas rekomendasi yang diberikan. Adhi berharap ke depan BPKN bisa diberi kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan perlindungan konsumen.
"Kami harapkan BKPN memiliki kewenangan monitoring dan evaluasi. Karena BPKN hanya merekomendasikan untuk perbaikan. Enggak ada kewenangan monitoring dan evaluasi apakah rekomendasi dijalankan tidak," ujarnya.