Catatan INDEF untuk Prabowo: Defisit, IKN hingga Makan Bergizi Gratis

5 Juli 2024 7:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
Menhan Prabowo Subianto menghadiri upacara HUT ke-78 Bhayangkaran di Lapangan Monas, Jakarta, Senin (1/7/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Menhan Prabowo Subianto menghadiri upacara HUT ke-78 Bhayangkaran di Lapangan Monas, Jakarta, Senin (1/7/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan sejumlah catatan terhadap pemerintahan era Prabowo-Gibran nanti. Mulai dari meminta Prabowo waspada terhadap defisit fiskal, hingga program prioritas makan bergizi gratis dan proyek IKN.
ADVERTISEMENT

Waspada Jebakan Defisit Fiskal

Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, menyoroti defisit fiskal dalam RAPBN 2025 sebesar 2,29-2,82 persen, yang disebutnya sebagai jebakan bagi presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Dugaan saya setting 2,82 (defisit) ini dilakukan di APBN ini maka pertama, menurut saya jujur jebakan untuk Prabowo. Kan koalisi itu yang ada sekarang eksisting ada belum 50 persen, bagaimana cari lobi DPR kalau enggak 50 persen? Deadlock (jalan buntu) lah,” ujar Eko dalam Diskusi Publik Indef di Tjikini Lima Jakarta, Kamis (4/7).
Usulan rasio defisit APBN 2,82 persen menjadi yang terbesar di era transisi kepemimpinan presiden. Sementara dalam APBN 2025 nanti harus menampung program makan bergizi gratis yang butuh anggaran besar.
ADVERTISEMENT
“Kalau yang dipilih APBN 2,82 diketok atau 2,5, maka kalau ada gonjang-ganjing ekonomi tidak jelas, padahal nasional tidak pasti juga, itu tidak ada ruang manuver (fiskal),” kata Eko.

Memilih IKN atau Makan Bergizi Gratis

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti di Diskusi Publik INDEF, Kamis (4/7/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Direktur INDEF Esther Sri Astuti meminta Prabowo memilih program prioritas antara IKN dengan makan bergizi gratis. INDEF mencatat proyek IKN akan memakan anggaran senilai Rp 460 triliun, dan program makan bergizi gratis senilai Rp 450 triliun. Keduanya butuh anggaran besar, sehingga pemerintah harus menambah pendapatannya untuk memperkuat kapasitas fiskal.
"Pilih program yang benar-benar multiplier effect luas dan dampak jangka panjang juga ada,” ujar Esther dalam Diskusi Publik INDEF di Tjikini Lima Jakarta, Kamis (4/7).
Saran tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa masih ada program penting lainnnya seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan kualitas SDM, hingga penguatan modal serta transfer teknologi. Ditambah ada utang jatuh tempo Rp 800 triliun di era Prabowo-Gibran nanti.
ADVERTISEMENT
"Kalau itu tidak diimbangi dengan kapasitas penerimaan negara yang semakin meningkat, saya tidak terbayang apakah negara alami struk ketiga? Semoga tidak,” jelasnya.

Utang Jatuh Tempo

INDEF melakukan riset di media sosial X dan Google Trend, hasilnya menunjukkan bahwa netizen Indonesia pesimis Prabowo Subianto, bisa melunasi utang di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Eko Listiyanto mengatakan 72,5 persen netizen pesimistis bahwa utang pemerintah akan mampu ditangani pada pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Para netizen 18.000 akun perbincangan itu menganggap Prabowo mampu enggak menangani warisan utang Jokowi? Ternyata 72,5 persen pesimis bahwa utang ini akan mampu diselesaikan, atau setidaknya bisa ditangani di pemerintahan Prabowo Gibran dalam 5 tahun ke depan,” ujar Eko.
Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Menurutnya angka 72,5 persen tersebut menggambarkan para penggiat sosial media sudah merasa bahwa kondisi keuangan negara semakin terlalu buruk, sehingga optimisme mulai menipis.
ADVERTISEMENT
Pada masa kampanye presiden di 2014, Jokowi berjanji untuk mengurangi utang negara secara bertahap sehingga rasio utang terhadap PDB. Nyatanya, rasio utang negara justru naik menjadi 40 persen dari PDB dibandingkan era SBY yang hanya 24,7 dari PDB.
Netizen dalam riset tersebut menyoroti beban utang pemerintah terlalu tinggi, apalagi Presiden Jokowi disebut ingkar janji. Netizen juga menilai proyek IKN bisa menjadi program yang akan menjadi beban paling berat bagi utang pemerintah.
“Secara proporsional, IKN bukan terbesar dalam konteks utang, tapi concern para netizen. Kenapa? Kita tahu investor tidak ada yang masuk. Kebanyakan enggak pada masuk jadi mereka khawatir ini ke depan bagaimana keberlanjutannya,” terang Eko.