Cek Luas Sawah, Mentan Akan Temui Menteri Agraria

29 Oktober 2019 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat perkenalan Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan, Jakarta.  Foto:  Kevin S. Kurnianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat perkenalan Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan, Jakarta. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo akan memastikan luasan sawah secara nasional. Untuk itu, dia berencana menemui Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN).
ADVERTISEMENT
Selama ini, luas lahan baku sawah memang jadi persoalan dalam bidang pertanian. Lagi-lagi, menurut Mentan, soal datanya yang tidak sinkron.
BPS melalui metode Kerangka Sample Area (KSA) yang didesain Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) mengungkap luas baku sawah Indonesia hanya sebesar 7,1 juta hektare (ha). Sedangkan, klaim Kementan mencapai 8,1 juta ha.
“(Makanya) Saya hari Kamis (31/10) akan bertemu Menteri Agraria untuk duduk bersama. Lebih banyak mungkin membahas definisi yang dipakai ATR/ BPN seperti apa dalam melihat lahan baku sawah dan seperti apa definisi sawah yang dipakai Kementan," kata Syahrul di kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).
Dengan sinkronisasi tersebut, Syahrul berharap berbagai polemik yang timbul akibat perbedaan data luas baku sawah bisa dihindari ke depan. Sehingga, pengembangan program pertanian pun bisa cepat digencarkan.
Mayoritas sawah di Jakarta Utara dimiliki pengembang. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
"Walaupun tanamannya sudah bukan padi dan sudah jadi tembakau, tapi lahan dasarnya sawah. Oleh karena itu, tidak boleh tercatat keluar dari lahan sawah. Sewaktu-waktu kan lahan itu bisa ditanami padi kembali," terang dia.
ADVERTISEMENT
Ke depan, Kementan akan pasti merujuk pada data BPS. Termasuk terkait penyempurnaan lahan baku sawah hingga mencapai 34 provinsi. Sementara saat ini masih ada 16 provinsi.
"Kalau kita sudah duduk seperti ini, satu data itu harus dari BPS, tidak boleh data Kementan, ATR. Itulah mengapa BPS harus jadi leading. Namun dalam kolaborasinya, tentu mengikutsertakan kita semua," ujarnya.