CSIS: Dana Hibah JETP untuk Transisi Energi Cuma Rp 2,39 T, Bisa Bebani APBN

3 Agustus 2023 12:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi publik risiko dan tantangan JETP Indonesia, di Kantor CSIS, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi publik risiko dan tantangan JETP Indonesia, di Kantor CSIS, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia bersama negara maju yang tergabung dalam IPG (Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Jepang, Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa) telah menandatangani kemitraan pendanaan transisi energi senilai USD 20 miliar. Ini tertuang dalam komitmen pendanaan transisi energi berkeadilan atau Joint Statement Just Energy Transition Partnership (JETP).
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Novia Xu, menjelaskan dari komitmen pendanaan USD 20 miliar, pemerintah Indonesia bakal mendapatkan dana hibah senilai USD 160 juta atau sekitar Rp 2,39 triliun.
"Pendanaan hibah dianggap terlalu rendah dan ketersediaan pendanaan publik dipertanyakan. Porsi dana hibah kurang dari 1 persen atau hanya 0,8 persen," kata Novia dalam diskusi publik risiko dan tantangan JETP Indonesia, di Kantor CSIS, Jakarta, Kamis (3/8).
Padahal menurutnya dana hibah tersebut sangat penting diperlukan untuk membiayai proyek persiapan transisi energi, seperti pelatihan pekerja atau masyarakat terdampak hingga pelaksanaan kelayakan studi.
Transisi energi terbarukan PLN. Foto: Dok. Istimewa
"Dana hibah yang kecil punya potensi memberikan beban ke APBN. Misalkan dalam hal garansi yang diberikan pemerintah terhadap investasi-investasi di bawah skema JETP," kata Novia.
ADVERTISEMENT
Rencananya pendanaan JETP akan disalurkan secara multi-jalur dan multi-pihak, tergantung dari skema investasi dan tipe proyek. Tipe pendanaan antara lain dapat berupa hibah dan pinjaman, baik lunak maupun blended finance.
Novia melanjutkan, tantangan JETP lainnya adalah dia menilai iklim investasi di Indoensia belum kondusif sedangkan pendanaan komersial butuh iklim investasi yang mendukung.
"Sejauh ini kita nilai bahwa iklim investasi di Indonesia belum cukup kondusif. Tarif dan harga listrik tidak kompetitif, muncul faktor penghambat lain misal syarat TKDN di Indonesia. Lalu proyek pensiun dini PLTU masih mendapat rating merah dalam green taxonomi. Itu menjadi disinsentif bagi investor dan pemberi dan untuk melakukan pensiun dini," pungkasnya.