Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dampak BSI Eror, Mungkinkah Bank Konvensional Kembali di Aceh?
13 Mei 2023 15:25 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mulai melakukan rapat internal, membahas wacana revisi Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
ADVERTISEMENT
Pertemuan anggota Banleg dan seluruh tenaga ahlinya yang telah dilakukan pada Jumat (12/5), merupakan dampak dari bermasalahnya layanan Bank Syariah Indonesia (BSI ).
Ketua Banleg DPRA, Mawardi, mengatakan rapat internal tersebut juga membahas soal permintaan revisi qanun LKS yang disampaikan dalam surat pengantar Gubernur Aceh Nomor 188.34/17789.
"Kami sudah mendapatkan tembusan surat dari Pemerintah Aceh atas Raqan Perubahan Qanun LKS, makanya kemarin kita bahas di internal Banleg terlebih dahulu, apa langkah-langkah yang perlu diambil," kata Mawardi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/5).
Mawardi menjelaskan, dalam pertemuan yang telah dilaksanakan tersebut para anggotanya memberikan pandangannya masing-masing baik pro maupun kontra terhadap qanun LKS tersebut.
"Ada yang setuju dan juga tidak sepakat untuk direvisi, karena qanun ini baru berjalan. Sudah banyak hal yang berlangsung atas ekonomi Aceh, meskipun sejauh ini belum efektif," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pihaknya juga turut menyikapi persoalan gangguan layanan BSI yang terjadi sejak Senin (8/5) lalu, hingga berdampak pada perekonomian warga. Karena itu, sebutnya, beberapa anggota memberikan masukan agar perbankan di Aceh tidak hanya didominasi oleh Bank Aceh Syariah dan BSI saja.
"Kalau cuma dua itu saja saat layanan terganggu dapat berdampak besar. Jadi teman-teman berpandangan supaya Bank-Bank Syariah yang sudah beroperasi di Aceh seperti CIMB Syariah, Maybank Syariah, BTN Syariah, BCA Syariah dan lainnya dapat membuka kantor operasionalnya di seluruh Kabupaten/Kota,” tuturnya.
Karena itu, sebut Mawardi, pihaknya sepakat menyahuti permintaan Gubernur Aceh atas Raqan Perubahan Qanun LKS dilakukan kajian dan konsultasi yang melibatkan multi-stakeholder seperti ulama, santri, para ahli ekonom, ekonomi Islam, Bank Indonesia, OJK, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
“Kiranya pertemuan multi-stakeholder tersebut menjadi kajian bersama atas isu-isu yang berkembang saat ini. Sehingga disepakati langkah yang tepat dan strategis dalam menguatkan sistem ekonomi Islam," katanya.
Sebelumnya, dampak gangguan layanan pada Bank Syariah Indonesia (BSI) juga menyorot perhatian Ketua DPRA, Saiful Bahri. Katanya, pasca lahir Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang LKS hanya bank milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang beroperasi seperti Bank Aceh Syariah, dan selanjutnya lahir BSI setelah bank-bank konvensional keluar dari Aceh.
Karena itu, sebut Saiful, masyarakat telah mendesak Pemerintah Aceh untuk kembali mengevaluasi Qanun LKS.
"Mungkin sudah saatnya kita mengkaji kembali Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018, dengan harapan masyarakat Aceh memiliki alternatif transaksi apabila sistem perbankan terganggu seperti yang dialami BSI saat ini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Hal sama juga diutarakan oleh Ketua Hiswana Migas Aceh, Nahrawi Noerdin. Dirinya sepakat Qanun LKS direvisi agar bank konvensional bisa beroperasi lagi di Aceh.
Menurut Nahrawi, kebijakan tersebut dinilai tepat untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi eror kembali dan dapat mengganggu sistem pelayanan bank bagi pengusaha di Aceh.
"Saat BSI error seperti kemarin, sangat menyulitkan kami para pengusaha di SPBU," katanya.
Oleh sebab itu, kata Nahrawi, Hiswana Migas Aceh sangat mendukung DPRA untuk merevisi kembali Qanun LKS tersebut. Sehingga, ke depannya masyarakat banyak pilihan ketika satu bank terjadi gangguan.