Dana Talangan Rp 19,6 T ke BUMN Dipertanyakan DPR, Erick Thohir Menjawab

9 Juni 2020 20:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga dari kiri) saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga dari kiri) saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam rapat dengar pendapat bersama Menteri BUMN Erick Thohir, Komisi VI DPR mempertanyakan pemberian dana talangan jumbo kepada beberapa perusahaan negara yang merugi. Nilai dana talangan yang diberikan pemerintah ke lima BUMN tahun ini pun mencapai Rp 19,65 triliun.
ADVERTISEMENT
Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Rachmat Gobel, mengaku heran dengan pemberian dana talangan itu. Sebab, dana talangan itu akan menjadi utang yang dibebankan pada BUMN.
"Ini perusahaan banyak diutangi pemerintah, tapi terus kasih dana talangan? Saya enggak ngerti, bagaimana cara menyelesaikannya? Kalau secara bisnis, bayar saja utangnya, enggak usah kasih dana talangan. Karena kalau kasih dana talangan, utangnya jalan terus. Jadi enggak jelas sebetulnya apa yang disampaikan," kata dia kepada Erick di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (9/6).
Menurut dia, BUMN-BUMN yang diberi dana talangan akan kesulitan menjalankan bisnisnya karena terbebani kewajiban yang harus dibayar ke pemerintah. Langkah ini dinilai Rachmat Gobel, bakal membuat BUMN sulit menjadi perusahaan yang profesional.
ADVERTISEMENT
"Saya punya perusahaan, bisa enggak kayak begitu ke pemerintah? Pajak dikasih utang dulu, baru nanti kita, perlu kita klarifikasi, mendorong BUMN yang profesional tuh bagaimana?" tanyanya lagi.
Rachmat Gobel. Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto juga mempertanyakan pemberian dana talangan ke BUMN di masa COVID-19 ini. Menurutnya, di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional tak disebutkan adanya dana talangan ke BUMN, hanya ada penyertaan modal negara (PMN).
Sama seperti keheranan Rachmat Gobel, Darmadi menilai pemberian dana talangan akan menjebak BUMN pada utang yang panjang beserta bunganya. Dia khawatir perusahaan-perusahaan yang merugi ini tidak bisa melanjutkan usahanya.
"Ini yang penting, perusahaan ini bisa sustain enggak Garuda Indonesia, PTPN, dan Krakatau Steel. Kalau dikasih pinjaman dengan bunga 8 sampai 9 persen, ini berat. Jebakan. Kalau dia enggak bisa bayar, berat nih. Siapa yang tanggung kalau enggak bisa dikonversi?" kata dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Darmadi, seharusnya pemerintah memberikan suntikan dananya dalam bentuk right issue. Dengan begitu, jika si perusahaan tak mampu bayar, sahamnya akan terdilusi.

Erick Beberkan Alasannya

Sebelum para anggota DPR bertanya, Erick sudah menjelaskan pemberian dana talangan kepada lima BUMN. Rinciannya, PT Garuda Indonesia Tbk Rp 8,5 triliun, PT KAI, 3,5 triliun, Perumnas Rp 0,65 triliun, PT Krakatau Steel Tbk Rp 3 triliun, dan holding PTPN Rp 4 triliun.
Untuk Garuda Indonesia, pemberian dilakukan karena bisnis perusahaan tergerus hingga 95 persen selama pandemi ini. Dia berharap dana ini bisa memberikan kekuatan bagi Garuda sebab usai COVID-19, perusahaan harus kembali beroperasi dan memberikan pelayanan.
Sedangkan KAI, dana talangan yang diberikan untuk proyek LRT Jabodetabek karena ini termasuk penugasan pemerintah. Dalam payung kesepakatan waktu itu kalau ada cost over run, pemerintah harus masuk.
ADVERTISEMENT
"Tetapi di sini, berkat hasil negosiasi akhirnya disepakati dana talangan dulu yang menjadi cashflow dari LRT Jabodetabek," terang dia.
Untuk Perumnas, dana talangan diberikan untuk menjaga likuiditas perusahaan karena rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat terdampak. Erick mengaku tidak mau program KPR terganggu karena tersangkut pembiayaan di mana bank-bank BUMN tak mau mengucurkan dana.
"Ini merupakan hasil kesepakatan dengan Kemenkeu sehingga Perumnas diberikan dana talangan," ujarnya.
Untuk holding PTPN III diberikan dana talangan karena perusahaan dalam kondisi berat akibat memiliki utang sangat besar, mencapai Rp 48 triliun. Erick pun menghapus banyak jabatan direksi di 13 PTPN, termasuk direktur utamanya.
Sedangkan Krakatau Steel, dana talangan diberikan karena selama pandemi ini, bisnis perusahaan terganggu. Kata dia, ada efek domino terhadap industri sektor lain seperti permintaan baja menurun. Padahal, pada pada kuartal I 2020 perusahaan berhasil mencatatkan laba bersih setelah 8 tahun merugi.
ADVERTISEMENT
Krakatau Steel membukukan laba bersih sebesar USD 74,1 juta atau setara Rp 1,089 triliun. Padahal sebelumnya di tahun 2019, perusahaan ini bahkan merugi hingga USD 503,65 juta atau senilai Rp 7,45 triliun.
"Kita lihat di April dan Mei sudah mulai terkena lagi Krakatau Steel, padahal setelah cut capex (potong belanja modal), sudah profit (untung)," ujarnya.