Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Februari 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Daya Beli Masyarakat Melemah, Tantangan Ekonomi Era Prabowo Makin Sulit
2 Maret 2025 15:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Itulah dasar gelontoran insentif untuk jaga daya beli, berarti situasinya memang lebih berat dibanding tahun lalu atau periode Jokowi," kata Bhima kepada kumparan, Minggu (3/2).
Sejumlah insentif dan diskon tertuang dalam paket stimulus ekonomi 2025 yang mencakup kelanjutan program di Ramadan dan Idul Fitri termasuk diskon tarif tol 20 persen, stabilisasi harga pangan, berbagai insentif bagi sektor properti, kendaraan listrik, dan industri padat karya.
Pemerintah juga tetap menjalankan program Makan Bergizi Gratis dan meningkatkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Langkah itu juga dinilai memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong sektor usaha kecil dan menengah.
Sejumlah langkah strategis lainnya juga diambil untuk memperkuat fundamental ekonomi, termasuk revisi regulasi guna meningkatkan kemudahan berusaha, kebijakan penyimpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam di dalam negeri, serta peluncuran Bullion Bank pada 26 Februari lalu.
ADVERTISEMENT
Terbaru, pemerintah mengumumkan penurunan harga tiket pesawat ekonomi domestik hingga 14 persen selama periode mudik Lebaran. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat yang akan pulang kampung merayakan Idul Fitri bersama keluarga.
"Harga tiket pesawat ekonomi domestik secara keseluruhan selama kurang lebih 2 minggu itu diangka 13 hingga 14 persen harga penurunan tiketnya,” kata AHY dalam konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (1/3) dikutip Minggu (2/3).
Atas ragam insentif-diskon tersebut, Bhima memprediksi momen Ramadan dan Lebaran kali ini tetap belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara musiman.
Yang menjadi persoalan, ada insentif berhenti sebelum Ramadan seperti diskon tarif listrik 50 persen. Dia menyarankan, sebaiknya insentif listrik dilanjutkan hingga akhir tahun sehingga disposable income masyarakat bisa meningkat.
ADVERTISEMENT
"Opsinya mungkin tidak 50 persen, bisa 30 persen untuk memberikan ruang fiskal sekaligus menjaga keuangan PLN," lanjutnya.
Begitu banyaknya insentif yang diberikan pemerintah, Bhima memandang karena adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor padat karya yang masif pada 100 hari lebih pemerintahan Prabowo.
Kata dia, pemerintah gagal dalam melindungi industri dalam negeri alias lebih sibuk menarik investasi baru dibanding mempertahankan industri yang sudah ada.
"Daya saing industri tekstil pakaian jadi terus melemah, sejalan dengan dibuka nya keran impor barang jadi melalui Permendag 8/2023. Pengusaha banyak yang bantir setir jadi importir ketimbang produsen manufaktur," ungkap Bhima.
Menurut dia, tebaran insentif ini mempengaruhi kinerja APBN, kuncinya ada di skala prioritas hasil efisiensi anggaran yang lalu.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya memperbanyak insentif-diskon ke masyarakat saja, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyarankan pemerintah mengalokasikan anggaran hasil efisiensi untuk program prioritas lain seperti pendidikan, swasembada pangan, dan hilirisasi industri.
"Tapi masalahnya kita tuh butuh insentif yang memang bisa mendongkrak produktivitas kita. Jadi men-generate aktivitas-aktivitas produktif ya, bukan aktivitas-aktivitas konsumsi gitu," kata Esther, Minggu (2/3).