Di Depan Delegasi Afrika, Susi Beberkan Ancaman Illegal Fishing

29 Oktober 2018 20:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Susi Pudjiastuti menyapa para Slankers di Pandawa Beach, Bali. (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi Pudjiastuti menyapa para Slankers di Pandawa Beach, Bali. (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Isu illegal fishing selalu jadi perhatian banyak pihak. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, Indonesia sangat berkomitmen untuk memberantas praktik illegal fishing.
ADVERTISEMENT
Di depan delegasi Afrika pada Our Ocean Conference 2018 di Bali, Susi membeberkan program “tenggelamkan” yang sudah 4 tahun jadi salah satu prioritasnya.
Menurutnya, Indonesia telah berhasil mengusir ribuan kapal-kapal pencuri ikan. Meski demikian, Susi mengingatkan pada delegasi Afrika bahwa ancaman illegal fishing tidak begitu saja berhenti.
“Kami sudah berhasil usir ribuan kapal pencuri ikan. Apakah mereka kembali ke rumah? Tidak! Mereka bisa saja datang ke perairan Anda,” ungkap Susi di Bali Nusa Dua Convention Center, Senin (29/10).
Menurut Susi, kapal-kapal pencuri ikan tersebut berukuran sangat besar, mencapai ratusan gross ton. Bahkan, ada pula yang mencapai ukuran 1.000 GT. Padahal untuk ukuran 200 GT saja, setiap kapal dapat menghasilkan 2.000 ton ikan setiap tahun. Untuk itu, Susi mengingatkan kepada delegasi Afrika untuk mengevaluasi kembali sistem mereka dalam menjaga sumber daya laut.
ADVERTISEMENT
Menteri Susi dan Menlu RI Retno Marsudi saat membuka acara Our Ocean Conference di Bali Nusa Dua, Senin (29/10/2018). (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Susi dan Menlu RI Retno Marsudi saat membuka acara Our Ocean Conference di Bali Nusa Dua, Senin (29/10/2018). (Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan)
Susi pun menjelaskan, praktik illegal fishing ditambah menggunakan alat tangkap yang tidak baik dapat menganggu ekosistem laut. Bahkan ketika praktik ilegal tersebut dilakukan di satu titik, maka dapat berdampak buruk bagi ekosistem di titik lain.
Contohnya adalah ikan tuna. Indonesia merupakan kawasan penghasil tuna terbesar di dunia, 78 persen tuna bertelur di Laut Banda. Setelah tumbuh besar mereka pergi berkelana ke laut-laut lain. Namun mereka akan kembali ke Laut Banda untuk bertelur lagi.
“Nah jika di lautan lepas ada praktik penangkapan ikan yang membahayakan, tuna itu tidak akan kembali ke air Indonesia. Dampaknya kami tidak dapat menyediakan yellowfish tuna lagi,” ujarnya.
Untuk itu, Susi sangat mengimbau kepada semua delegasi untuk menerapkan penangkapan ikan dengan metode yang ramah. “Saya sangat berharap Indonesia dan Afrika bisa membuat kooperasi yang sangat baik untuk melindungi laut,” tutupnya.
ADVERTISEMENT