Dilarang Tarik Kendaraan Sepihak, Leasing Diminta Hati-hati

10 Februari 2020 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Pasca Putusan MK tentang Fidusia dalam Infobank Talk di Go-Work, Jakarta, Senin (10/2)
 Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Pasca Putusan MK tentang Fidusia dalam Infobank Talk di Go-Work, Jakarta, Senin (10/2) Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan tentang fidusia terhadap perusahaan pembiayaan multifinance atau leasing. Isinya, perusahaan leasing tidak bisa menarik kendaraan dari debitur macet secara sepihak.
ADVERTISEMENT
Putusan MK No.18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 ini, dikatakan bertujuan untuk memperjelas pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cidera Janji antara Debitur dan Kreditur.
Meski begitu, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengungkapkan, selama ini kondisi di lapangan juga memiliki banyak tantangan. Termasuk, dari sisi leasing terhadap nasabah kredit seperti kesengajaan mempersulit pembayaran.
Ia juga menegaskan dalam putusan MK turut menyatakan bahwa antara debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan terkait kondisi yang membuat wanprestasi.
“Ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, harga bunga yang harus dibayar, jangka waktu, batas waktu pembayaran angsuran. Bagaimana jika tidak membayar angsuran serta berapa dendanya,” kata Suwandi dalam Infobank Talk News di Go Work, Jakarta, Senin (10/2).
ADVERTISEMENT
Chairman Infobank Institute, Eko Suprianto pun mengamini hal itu. Ia bilang aspek kebijakan tersebut sudah semestinya memperhatikan kepentingan tak hanya dari satu pihak. Namun, tak mengorbankan pihak lainnya.
"Ini dilakukan agar terhindar dari jebakan debitur sontoloyo yaitu mereka yang tidak mau membayar utangnya tapi masih tetap ingin menguasai kendaraannya yang belum lunas dibayar,” kata Eko.
Untuk itu, pihaknya pun berpendapat leasing saat ini lebih berhati-hati dan selektif dalam memberikan pembiayaan. Berbagai langkah hati-hati leasing tersebut bisa berupa dengan menaikkan down payment (DP), memperkuat manajemen risiko, hingga mempertahankan kualitas dengan debitur.
Terlebih selama ini menurutnya, uang muka untuk sebuah cicilan motor seringkali bernilai kecil. Sehingga berisiko tinggi ketika debitur tidak membayar angsuran dan kredit macet.
ADVERTISEMENT
“Bayangkan hanya bermodal uang muka 10 persen bahkan lebih kecil, seseorang sudah bisa membawa kendaraan meski BPKB sebagai jaminan atas nama debitur,” ujarnya.
Selain itu, Eko mengatakan terkadang kreditur juga melibatkan pihak ketiga untuk menarik kendaraan hingga terjadi ekses karena debitur macet sulit dihubungi dan tidak kooperatif.
“Ada debitur macet yang juga minta perlindungan LSM agar tidak dikejar pihak ketiga padahal dia telah lalai membayar kewajibannya,” tegasnya.
Ia melanjutkan, perusahaan leasing selama ini mengklasifikasi empat kategori debitur yang macet, yaitu nasabah dan unit mobil atau motor ada, nasabah ada namun unit tidak ada, nasabah tidak ada namun unit ada, serta nasabah dan unit tidak ada.
“Untuk kategori 2, 3, dan 4 tentu tidak bisa lewat pengadilan padahal debitur ini macet karena belum lunas jadi menimbulkan kerugian bagi leasing. Ada unit yang hilang, dijual, atau digadaikan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Eko pun menyarankan agar dalam jangka pendek MK seharusnya menyurati seluruh pengadilan yang menyangkut kasus fidusia untuk diberikan penetapan secepatnya.
“Jika perlu amandemen UU Fidusia untuk menyesuaikan dengan kondisi yang sudah berubah ini atau ada baiknya diikutkan dalam Omnibus Law sektor keuangan,” ujar Eko.