Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Investasi BUMN telekomunikasi itu sempat menjadi sorotan, terkait adanya unrealized loss atau kerugian yang belum nyata sebesar Rp 881 miliar.
Ririek menegaskan, pihaknya tetap mengharapkan ada gain atau keuntungan dari investasi tersebut, namun tidak hanya itu satu-satunya. Telkom juga mengharapkan adanya sinergi terutama antara GoTo dengan Telkomsel, yang diharapkan di dalamnya akan terdapat incremental revenue yang bisa dibukukan oleh Telkomsel.
"Mungkin agak berbeda dengan investor yang lain di mana mereka hanya fokus pada capital gain, sedangkan Telkom akan fokus pada keduanya yakni capital gain maupun incremental revenue yang diperoleh dari sinergi tersebut," kata Ririek Adriansyah dalam konferensi pers secara online di Jakarta, Jumat (27/5).
Karenanya, lanjut Ririek, Telkom akan memperbesar potensi sinergi LinkAja, GoTo dan berbagai startup lainnya yang dimiliki BUMN telekomunikasi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Pertama tentunya yang paling mendasar adalah kami akan terus memperbesar potensi sinergi baik LinkAja, GoTo, maupun berbagai startup yang sudah dimiliki Telkom," imbuhnya. Selain itu juga mencari peluang-peluang baru sehingga startup-startup terus tumbuh dan secara tidak langsung memperbesar tingkat atau peluang yang diperoleh dari sinergi.
"Kami akan terus tumbuh tentunya dengan bekerja sama dengan seluruh pemegang saham di startup tersebut," tandas Dirut Telkom itu.
Sebelumnya kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) atau 0,50 persen membuat indeks seluruh saham global mengalami tekanan jual.
Investor baik itu di Indonesia maupun global berbondong-bondong melepaskan sahamnya dan beralih mengkonversi uangnya ke dolar Amerika. Saham yang banyak dilepas oleh investor saat ini adalah emiten di perusahaan teknologi.
ADVERTISEMENT
Bahkan Softbank melalui unit investasi-nya Vision Fund, mencatatkan kerugian rekor kerugian USD 27 miliar atau Rp 395 triliun akibat penurunan harga saham efek dari kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya pekan lalu. Sahamnya pun ditutup anjlok 11 persen jika dibandingkan harga saham bulan lalu.
Saham perusahaan teknologi di Indonesia juga mengalami nasib yang mirip dengan investasi yang dilakukan oleh Softbank. Emiten bank digital seperti Bank Jago (ARTO) dan market place seperti BukaLapak (BUKA) dan Gojek Tokopedia (GOTO) mengalami koreksi yang cukup dalam.
Meski mengalami koreksi, Senior Vice President, Corporate Communication & Investor Relation Telkom Ahmad Reza meyakini prospek industri digital di Indonesia masih cukup menjanjikan. Dengan penetrasi masyarakat akan layanan digital yang masih rendah, membuat potensi industri digital di Indonesia berpotensi untuk terus meningkat.
ADVERTISEMENT