Ditjen Pajak: Ada Rp 1.300 T Aset WNI di Luar Negeri Belum Dilaporkan

14 Maret 2019 20:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mencatat lebih dari Rp 1.300 triliun aset keuangan Warga Indonesia Negara (WNI) di luar negeri belum dilaporkan ke otoritas pajak, baik melalui Surat Pemberitahuan (SPT) maupun pengampunan pajak (tax amnesty) di tahun ini.
ADVERTISEMENT
Kepala Sub Direktorat Pertukaran Informasi Direktorat Perpajakan Internasional, Leli Listianawati, mengatakan angka tersebut diterima otoritas pajak sebagai dampak dari pertukaran data keuangan secara otomatis untuk kepentingan perpajakan (Authomatic Exchange of Information/AEoI) pada 2018.
"Info keuangan yang kita terima dari tahun lalu itu ada lebih dari Rp 1.300 triliun, mungkin untuk tahun ini akan meningkat lagi karena sifatnya negara yang akan bertukar terus bertambah tiap tahun," kata Leli dalam pemaparannya saat Seminar Nasional Perpajakan di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (14/3).
Adapun pada tahun lalu, Ditjen Pajak telah memberikan informasi keuangan kepada 54 negara dan menerima laporan keuangan dari 66 negara. Sementara tahun ini, Indonesia akan bertukar informasi kepada 81 negara dan akan menerima laporan keuangan dari 94 negara.
ADVERTISEMENT
Leli enggan menyebut nama-nama negara yang mengirimkan data rekening wajib pajak WNI di luar negeri tersebut. Begitu juga dengan negara tujuan pengiriman data nasabah dari Indonesia.
"Ditjen Pajak harus melakukan kerahasiaan atas informasi yang diterima, ini karena suatu syarat sebelum melakukan informasi, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk bertukar," jelasnya.
Gedung Dirjen Pajak Foto: Nugroho Sejati/kumparan
AEoI merupakan satu dari beberapa kesepakatan pertukaran data nasabah yang dilakukan Indonesia dengan negara-negara lain. Sebelumnya, Indonesia sudah melakukan pertukaran dokumen pajak per negara (Country by Country Report/CbCR) melalui perjanjian bilateral.
CbCR merupakan upaya untuk mencegah transfer pricing, yakni pengalihan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari satu negara ke negara lain yang memiliki tarif pajak lebih rendah.
Sesuai UU Nomor 9 Tahun 2017, data yang bisa dipertukarkan dengan negara lain mencakup identitas pemilik rekening, nomor rekening, identitas lembaga keuangan, saldo rekening per 31 Desember 2017, dan penghasilan yang diperoleh dari rekening (bunga).
ADVERTISEMENT
Data lembaga jasa keuangan internasional yang dapat diintip Ditjen Pajak adalah nasabah yang memiliki rekening keuangan mulai dari USD 250.000 yang telah dibuka sebelum 1 Juli 2017. Sedangkan untuk rekening keuangan lainnya, tak ada batasan saldo minimum.
Sebaliknya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2017, lembaga jasa keuangan di dalam negeri harus melaporkan data nasabah dengan rekening bernominal minimum Rp 1 miliar per 31 Desember 2017 paling lambat 30 April 2018.