Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
DJP Disarankan Beri Panduan Teknis Penyesuaian PPN 12 Persen Bagi Pelaku Usaha
5 Januari 2025 18:37 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufikurahman, menilai waktu tiga bulan yang diberikan Ditjen Pajak bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem PPN 12 persen dianggap cukup oleh sebagian pihak.
ADVERTISEMENT
Namun, ia meminta pemerintah memberikan detail panduan teknis serta dukungan pelayanan yang memadai.
"Dalam waktu yang singkat ini, risiko kesalahan teknis dan kerumitan operasional bisa meningkat jika pemerintah tidak memberikan panduan teknis yang detail dan dukungan yang memadai," kata Rizal kepada kumparan, Minggu (5/1).
Oleh karena itu, perlunya langkah cepat dan strategis dalam mensosialisasikan kebijakan ini. Selain itu, melibatkan asosiasi pengusaha sangat penting untuk memastikan kelancaran transisi.
Di sisi lain, kenaikan tarif PPN pada barang dan jasa mewah berpotensi mempengaruhi ekspektasi inflasi dan perilaku konsumsi masyarakat.
Meskipun secara langsung tidak membebani barang kebutuhan pokok, sinyal kenaikan harga dapat menciptakan tekanan psikologis yang menghambat daya beli masyarakat pada sektor tertentu.
ADVERTISEMENT
"Situasi ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat memperlambat konsumsi domestik yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Pemerintah harus mengantisipasi dampak ini melalui pengawasan inflasi yang ketat dan kebijakan pendukung daya beli yang terintegrasi," jelas Rizal.
Rizal menekankan, kesuksesan kebijakan PPN 12 persen ini bergantung pada kemampuan pemerintah menjaga keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan stabilitas ekonomi. Komunikasi yang efektif, transparansi kebijakan, serta pengawasan yang konsisten menjadi langkah krusial untuk meminimalkan potensi gejolak di tingkat usaha maupun konsumen.
"Dengan demikian, pemerintah dapat memastikan kebijakan ini tidak hanya mendukung penerimaan negara, tetapi juga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," kata Rizal.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024 yang memberi Dasar Pengenaan Pajak (DDP) Nilai Lain dengan hitungan 11/12 dikalikan nilai jual lalu dikalikan PPN 12 Persen cukup rumit
"Yang membuat ribet adalah adanya penghitungan nilai tertentu (11/12) dalam rumus dasar pengenaan pajak (DPP). Tarif PPN dalam PMK tersebut 12 persen namun yang diotak atik adalah DPP-nya. Perusahaan diminta menyesuaikan penghitungan DPP yang sudah dikalikan 11/12. Tarif pajaknya? Ya 12 persen untuk barang dan jasa non mewah seperti yang tertera di PMK," kata Huda kepada kumparan, Minggu (5/1).
ADVERTISEMENT
Atas dasar ini, Huda menilai bukan masyarakat yang menyesuaikan, tapi DJP yang harus berbenah. Jika tidak, maka akan timbul kebingungan pada masyarakat apakah tarifnya 11 persen atau 12 persen di barang dan jasa non mewah.
"Kenapa tidak disesuaikan di sistem pajaknya? PMK-nya diubah yang menyesuaikan keinginan Presiden. Kita tahu Coretax pun sudah diset dengan sistem 12 persen, maka kemarin ada pemberitahuan penyelerasan sistem dari DJP," imbuhnya.
Selain itu, jika DJP tidak berbenah, Huda menyatakan bahwa ini akhirnya akan merugikan konsumen. Masyarakat tetap bayar lebih tinggi dengan tarif PPN 12 persen tanpa ada perubahan penghitungan DPP.
"Harga-nya yang akan dinaikan oleh produsen atau penjual. Jadi DPP yang harusnya dikalikan 11/12, tidak dilakukan penyesuaian. Konsumen membayarkan lebih mahal. Sekarang konsumen yang suruh menagih ke produsen dengan mekanisme tertentu," kata Huda.
ADVERTISEMENT