Ekonom INDEF Jelaskan Pemicu Pemerintah Impor Beras 3,48 Juta Ton

24 November 2024 11:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/5/2024). Foto: Yudi Manar / ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/5/2024). Foto: Yudi Manar / ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menjelaskan bahwa keputusan pemerintah mengimpor beras sebanyak 3,48 juta ton sepanjang Januari-Oktober 2024 bertujuan menjaga stabilitas harga pangan.
ADVERTISEMENT
Menjelang Pilkada Serentak, permintaan beras diperkirakan meningkat seiring meningkatnya aktivitas sosial masyarakat.
"Sebentar lagi kita Pilkada serentak, dan aktivitas silaturahmi akan meningkatkan permintaan beras. Ditambah awal tahun belum masuk masa panen, jadi stok awal tahun harus cukup," ujar Eliza, Jumat (22/11).
Produksi beras domestik diprediksi mencapai 31 juta ton, sementara konsumsi sekitar 30,5 juta ton. Dengan surplus hanya 500 ribu ton, pemerintah menilai cadangan tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan nasional. Karena itu, impor menjadi opsi untuk menjaga ketersediaan dan harga pangan.
"Prediksi produksi itu sekitar 31 juta ton beras, sementara konsumsi itu 30.5 juta, cadangan 500 ribu ton itu dipandang pemerintah tidak cukup. Maka ditempuh impor," katanya.
Eliza juga menyoroti menipisnya surplus antara produksi dan konsumsi beras. Hal ini terjadi meskipun pemerintah telah menambah lahan pertanian hampir 1 juta hektare dalam empat tahun terakhir. Namun, produktivitas padi justru menurun, sehingga hasilnya tidak optimal.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, Perum Bulog seharusnya memprioritaskan penyerapan gabah lokal saat panen raya. "Mayoritas cadangan pemerintah justru berasal dari impor, padahal seharusnya Bulog menyerap gabah lokal," tegasnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor beras sebesar 3,48 juta ton pada Januari-Oktober 2024 menghabiskan dana USD 2,15 miliar atau sekitar Rp 34,2 triliun. Impor tersebut didominasi oleh Thailand, Vietnam, dan Myanmar.