Ekonom Ingatkan Indonesia: Waspada 2 Tahun Lagi Neraca Energi Tekor

28 Juli 2019 21:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Faisal Basri Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Basri Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom senior, Faisal Basri, mengingatkan neraca energi Indonesia bakal dibayangi defisit atau tekor. Yang mengkhawatirkan, dalam hitungannya, hal ini akan terjadi hanya pada rentang dua tahun ke depan atau pada 2021.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti tingginya impor minyak Indonesia dan masih lebarnya defisit neraca perdagangan. Hal itu diungkapkan Jokowi, dalam rapat kabinet di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7) lalu.
Dalam diskusi online yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal mengungkapkan Indonesia sudah mengalami defisit minyak -baik BBM maupun minyak mentah- sejak 2003.
Ilustrasi warga antre membeli bensin. Foto: Raga Imam/kumparan
“Syukur gas masih surplus, namun tak lagi bisa menutupi defisit minyak. Defisit migas mulai terjadi pada 2012,” ujarnya di Jakarta, Minggu (28/7).
Terlepas dari neraca migas yang defisit, menurut Faisal, neraca energi saat ini masih surplus karena tertolong batu bara. Tahun 2018 ekspor batu bara Indonesia mencapai USD 20,6 miliar.
Tren konsumsi energi Indonesi yang terus naik. Foto: INDEF/Faisal Basri
Sehingga transaksi energi secara keseluruhan masih surplus USD 8,2 miliar. Tapi kondisi surplus ini, lanjutnya, tidak akan berlangsung lama. “Kita harus waspada, karena defisit energi sudah di depan mata. Mulai 2021 diperkirakan kita sudah mengalami defisit energi,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Potensi defisit neraca energi didasarkan pada dua hal. Yakni pertama, konsumsi energi Indonesia yang sekarang nomor 4 terbesar di antara emerging markets, tumbuh cukup tinggi (4,9 persen tahun 2018) dan pertumbuhan penduduk masih di atas 1 persen.
Tren produksi migas Indonesia terus menurun. Foto: INDEF/Faisal Basri
Kedua, produksi energi kita (terutama minyak dan gas) turun secara konsisten.
Faisal menambahkan, defisit energi akan lebih cepat jika pemerintah tak melakukan terobosan kebijakan luar biasa, untuk mengatasi masalah ini. “Defisit energi bisa mencapai USD 80 miliar atau 3 persen PDB pada 2040,” imbuhnya.