Ekonom Khawatir Protes Driver soal BHR Ojol Berimbas ke Cashflow Aplikator

26 Maret 2025 19:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu datangnya penumpang di Halte LRT Pancoran, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu datangnya penumpang di Halte LRT Pancoran, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom Ekonom Universitas Airlangga, Rumayya Batubara, menilai langkah sejumlah driver ojek online (ojol) yang masuk dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) yang tidak puas dengan kategori dan besaran Bonus Hari Raya (BHR) itu tidak tepat. Ia pun khawatir hal ini bisa berimbas ke arus kas atau cashflow aplikator.
ADVERTISEMENT
Dari sisi korporasi, perusahaan lazimnya membuat rencana bisnis tahunan. Menurut dia, keputusan ojol bisa mendapat BHR meski statusnya bukan pekerja tetap itu di luar perencanaan perusahaan aplikator.
“Dan nilainya kalau dikalikan jumlah ojol itu sangat besar sekali, dan itu dari sisi korporasi dengan nilai sebesar itu tentu akan mengganggu cashflow. Dan itu pemberiannya cepat sekali, tidak lebih dari satu bulan sudah cair atau dibayarkan kepada ojol," kata Rumayya dalam keterangannya, Selasa (25/3).
Dia menilai, BHR yang diterima para mitra driver ojol yang nilainya bervariasi tergantung kriteria dan kinerja itu sudah sangat cukup, mengingat pemberian BHR ini dilakukan tanpa perencanaan yang memadai bagi korporasi.
“Jika saat ini ojol melakukan demo lagi karena diberikan BHR tidak sesuai dengan harapan mereka, rasa-rasanya tidak fair bagi perusahaan aplikator,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, para driver yang tergabung dalam SPAI berencana melakukan protes dan mendatangi Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Selasa (25/3) guna menyampaikan ketidakpuasan terhadap besaran BHR yang diterima.
Gojek membagikan BHR sejak Sabtu (22/3), sedangkan Grab dimulai pada Minggu (23/3). Tidak semua mitra pengemudi taksi online dan ojol mendapatkan bonus Lebaran mirip Tunjangan Hari Raya atau THR ini.
Untuk kategori tertinggi, mitra Gojek mendapatkan BHR Rp 900.000 untuk Mitra roda dua dan Rp 1,6 juta untuk Mitra roda empat. Adapun Grab mitra tertinggi yakni Rp 800.000 untuk roda dua, dan Rp 1,6 juta untuk roda empat.
Rumayya menegaskan, sebenarnya pembagian BHR sudah merupakan hal yang patut dipresiasi dan disyukuri oleh para mitra ojol, taksol dan kurol. Pembagian BHR menunjukkan keberpihakan pemerintah, terutama Presiden Prabowo terhadap mitra ojol,= kepada kelangsungan bisnis para pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
“Sebab kalau dilihat saat ini ekonomi sedang tidak baik-baik saja, tetapi perusahaan aplikator mau menanggung BHR yang diperintahkan pemerintah," katanya.
Rumayya mengatakan, perusahaan aplikator juga memiliki sejumlah instrumen atau program lain yang dapat memberikan benefit bagi mitra, seperti insentif, umrah dan program-program lainnya.
Sebab itu, dia menegaskan, “Concern saya adalah pemerintah jangan menjadi pihak ketiga yang justru ikut memanas-manasi situasi. Jadi cukup menjadi observer saja, tidak perlu main tangan atau main kasar seperti ini," kata dia.
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu datangnya penumpang di Halte LRT Pancoran, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Selain itu, perusahaan aplikator di Indonesia juga termasuk kategori valuasi tinggi alias unicorn, sehingga perlu dibantu atau didukung.
“Sektor ini menciptakan lapangan kerja yang real dan konkret. Dibandingkan minyak dan batu bara, yang tidak menyerap banyak seperti ojol. Bahkan dua sektor itu menetes ke bawah saja tidak. Untuk itu pemerintah seharusnya fair dan membantu juga, misalkan melalui potongan pajak, sehingga pemerintah juga ada effort atau reward kepada mereka yang membantu pemerintah dalam menyerap tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Rumayya mengatakan, aplikasi saat ini berfungsi sebagai bumper ekonomi. “Jadi bisa bayangkan, aplikator ini jadi bumper ekonominya. Jadi pemerintah harus put something untuk membantu mereka ini, jangan hanya ditekan," tambahnya.
Ketua SPAI Lily Pujiati sebelumnya mendapat laporan tentang adanya pekerja ojol Gojek yang BHR-nya hanya dibayarkan senilai Rp 50.000, padahal pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp 93 juta.
“Hitungan ini sangat tidak ini adil karena platform menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari kerja 25 hari, jam kerja online 250 jam, tingkat penerimaan order 90 persen, total orderan minimal 250 orderan dan rata-rata rating 4,9 setiap bulannya,” kata Lily dalam keterangan tertulis Selasa (25/3).
Menurutnya angka tersebut berbeda jauh dengan informasi yang diterima Presiden mengenai BHR ojol yang mencapai Rp 1 juta dari platform aplikasi.
ADVERTISEMENT