Ekonom Ungkap Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Ekonomi RI

6 November 2024 19:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump menyampaikan pidato kemenangan Pemilu AS 2024 di Palm Beach County Convention Center, West Palm Beach, Florida, AS, Rabu (6/11/2024). Foto: Jim Watson/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump menyampaikan pidato kemenangan Pemilu AS 2024 di Palm Beach County Convention Center, West Palm Beach, Florida, AS, Rabu (6/11/2024). Foto: Jim Watson/AFP
ADVERTISEMENT
Donald Trump kembali menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Capres dari Partai Republik ini meraih 277 suara elektoral per Rabu (6/11) dini hari waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Sementara capres dari Partai Demokrat, Kamala Harris, memperoleh 266 suara elektoral. Untuk memenangkan kursi kepresidenan, capres AS butuh minimal 270 suara elektoral.
Sejumlah ekonom menilai kemenangan Donald Trump bedampak pada pergerakan Rupiah, suku bunga, dan saham.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan, jika berkaca dengan kebijakan Trump edisi pertama menjadi Presiden AS, di mana saat itu Trump menurunkan tarif pajak perusahaan secara drastis.
Dampaknya saat itu adalah tingkat inflasi yang meningkat yang pada akhirnya membuat suku bunga the Fed terjadi kenaikan meskipun tidak naik secara drastis untuk menanggulangi inflasi yang meningkat.
"Pada akhirnya kenaikan suku bunga the Fed akan membuat aliran uang masuk ke US cukup besar. Artinya rupiah akan tertekan, dan suku bunga acuan bisa naik kembali. Harga saham dalam negeri bisa melemah karena sentimen negatif kenaikan suku bunga acuan dalam negeri," kata Huda kepada kumparan, Rabu (6/11).
Vice President Economist Permatabank Josua Pardede. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS 2024 dapat membawa beberapa dampak signifikan bagi perekonomian dan pasar keuangan Indonesia, khususnya terkait kebijakan proteksionis, hubungan dagang AS-China, dan potensi penguatan USD kedepannya.
ADVERTISEMENT
Pertama, Trump berpotensi akan kembali mengeluarkan kebijakan proteksionis melalui tarif yang lebih tinggi, terutama pada impor dari China.
"Kebijakan ini berpotensi memperburuk ketegangan dagang antara AS dan China, yang kemudian dapat memberikan tekanan tambahan pada negara-negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia. Ekspor Indonesia yang terkait dengan rantai pasok global mungkin akan mengalami tekanan margin," kata Josua kepada kumparan, Rabu (6/11).
Kedua, dengan prospek penguatan USD yang berlanjut pasca kemenangan Trump. Ketegangan geopolitik yang meningkat dan kebijakan fiskal AS yang ekspansif bisa mendorong permintaan akan USD, sehingga akan berpotensi mendorong penguatan USD lebih lanjut lagi kedepannya.
"Hal ini dapat membatasi ruang bagi Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Ketiga, sekalipun Fed mungkin akan tetap melanjutkan penurunan suku bunga, kemenangan Trump pada pilpres 2024 ini bisa membuat langkah ini lebih berhati-hati," kata Josua.
ADVERTISEMENT
Adapun kenaikan yield obligasi AS yang didorong oleh ketidakpastian kebijakan fiskal dapat mempengaruhi arus dana global, sehingga meningkatkan cost of borrowing bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.
Warga melihat layar pergerakan saham di Jakarta, Kamis (24/2/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Terakhir, potensi meningkatnya yield US Treasury dapat menyebabkan potensi arus keluar modal dari pasar SBN domestik, yang dapat berimplikasi pada kenaikan yield obligasi domestik dan memperbesar beban pembiayaan bagi pemerintah.
Secara keseluruhan, Josua mengatakan, reaksi pasar terhadap potensi kemenangan Trump adalah Rupiah ditutup melemah 0,6 persen atau 95 point ke level 5.830 per dollar AS di tengah penguatan dollar indeks sekitar 1,28 persen hingga penutupan sesi perdagangan Asia.
Sementara itu yield SUN 10 tahun naik 3 bps ke level 6,77 persen di tengah kenaikan UST 10 tahun sekitar 13bps ke level 4,4 persen pada penutupan sesi perdagangan Asia. Sementara itu IHSG ditutup melemah 1,44 persen ke level 7.384 di mana saham sektor keuangan, sektor energi dan sektor teknologi memimpin pelemahan IHSG hari ini.
ADVERTISEMENT