Ekonomi 2023 di Ambang Resesi, Lalu Kenapa Luhut Ajak Tanam Cabai & Bawang?

14 Oktober 2022 8:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
23
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berkunjung ke sejumlah destinasi wisata Raja Ampat. Foto: Dok. Kemenko Marves
zoom-in-whitePerbesar
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berkunjung ke sejumlah destinasi wisata Raja Ampat. Foto: Dok. Kemenko Marves
ADVERTISEMENT
Ekonomi dunia diproyeksikan lebih gelap pada 2023. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia menyebut potensi terjadi resesi ekonomi di tahun depan sangat besar. Hal tersebut dipicu oleh kenaikan laju inflasi serta risiko stagflasi.
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengajak masyarakat Indonesia untuk menanam sendiri cabai dan bawang di rumah. Hal tersebut dinilai Luhut agar Indonesia jangan sampai kekurangan pangan, di tengah ketidakpastian global.
"Saya di rumah menanam cabai, bawang. Paling tidak buat kebutuhan kami dan cucu. Jadi kalau kita semua lakukan itu, kita tidak akan kekurangan," kata Luhut kepada awak media di JCC Senayan, Rabu (12/10).

Pengaruh Cabai dan Bawang ke Inflasi

Ajakan Luhut untuk menanam cabai dan bawang terkait dengan proyeksi resesi dan ekonomi yang lebih gelap di 2023 bukannya tak berdasar. Pasalnya dua komoditas pangan itu punya pengaruh besar ke inflasi di Indonesia. Sementara tingginya inflasi, menjadi salah satu pertanda awal terjadinya resesi atau perlambatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sepanjang Januari-Juli 2022, andil inflasi terbesar berasal dari komoditas pangan, yakni cabai merah (0,41 persen) dan bawang merah (0,30 persen). Bahkan pada Juli 2022, inflasi secara year on year mencapai 4,94 persen.
Angka tersebut jadi rekor tertinggi sejak Oktober 2015. Selain itu juga melampaui proyeksi pemerintah, yang mematok inflasi 2022 di angka 3 plus minus 1 persen. Penyumbang inflasi tertinggi di Juli, tak lain adalah gejolak harga cabai yang berkontribusi 0,15 persen, diikuti bawang merah.
Pedagang melayani pembeli cabai merah di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (13/7/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
“Penyumbang inflasi utama pada bulan Juli ini berasal kenaikan harga cabai, tarif angkutan udara, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan cabai rawit," ungkap Kepala BPS, Margo Juwono, Senin (1/8).
ADVERTISEMENT
Harga pangan termasuk cabai dan bawang yang masuk komponen volatile goods (barang yang harganya bergejolak), hampir selalu menjadi penyumbang tertinggi inflasi. Di luar volatile goods yang juga sering disebut volatile foods, inflasi juga dipengaruhi dua komponen lainnya.
Pertama, barang-barang yang harganya diatur pemerintah (administered price inflation) seperti BBM dan tarif listrik. Kedua, kelompok inti (core inflation), yakni harga barang dan jasa di luar pangan serta energi.
Tak mengherankan jika bukan sekali itu Luhut mendorong masyarakat bertanam cabai dan bawang. Karena Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi itu menyadari sulitnya menjaga stabilitas harga cabai dan bawang, untuk menjinakkan inflasi.
"Kita ini kampungan juga. Kalau dilihat inflasi pokok kita hanya 2,84 persen karena harga cabai dan bawang merah ini mempengaruhi inflasi," ujar Luhut dalam acara kuliah umum dan talk show 'Visi Maritim 2045' di Universitas Hasanuddin, Jumat (19/8).
ADVERTISEMENT
"Saya lapor ke Pak Presiden. Pak, semua desa ini suruh saja tanam cabai dan bawang supaya inflasi kita bisa dikendalikan sekitar 4 persen," imbuh Luhut.

Inflasi Tinggi Pertanda Awal Resesi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Secara historis, setiap inflasi tinggi menjadi salah satu pertanda awal terjadinya resesi. Hal itu diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang mewanti-wanti masyarakat akan potensi terjadinya inflasi di 2023.
Menurut Sri Mulyani, tingginya inflasi memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga serta mengetatkan likuiditas. Salah satunya bank sentral Amerika Serikat, The Fed, yang sudah menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin selama tiga kali berturut-turut.
"Kalau bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku bunga cukup ekstrem dan bersama-sama, dunia mengalami resesi di 2023. Kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju cukup cepat dan ekstrem dan memukul pertumbuhan negara-negara tersebut," ujarnya, dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (26/9).
ADVERTISEMENT
Pada kuartal II/2022, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi China, AS, Jerman dan Inggris sudah mengalami koreksi. Sementara secara teknis, resesi dimaknai sebagai pertumbuhan ekonomi negatif pada dua kuartal berturut-turut.
Sri Mulyani melihat kondisi ini kemungkinan akan berlanjut di kuartal III dan sampai akhir tahun. "Sehingga prediksi pertumbuhan tahun ini dan tahun depan termasuk resesi mulai muncul," tandasnya.