Ekonomi Tumbuh 5,17 Persen, Tapi UMKM Mengeluh Dagangan Sepi

13 Agustus 2023 9:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pujasera Blok M Square lantai 5 yang sepi ketika akhir pekan, Sabtu (12/8/2023).
 Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pujasera Blok M Square lantai 5 yang sepi ketika akhir pekan, Sabtu (12/8/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah UMKM mengeluhkan dagangannya sepi. Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II yang moncer, berada di level 5,17 persen.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 53,31 persennya disumbang oleh konsumsi rumah tangga, tumbuh 5,23 persen. Konsumsi rumah tangga juga menjadi salah satu cerminan dari daya beli masyarakat.
Berikut kumparan rangkum penyebab anjloknya omzet UMKM, di tengah moncernya pertumbuhan ekonomi:
Data Penjualan Riil Naik Tipis
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga di dalam negeri cukup bagus dan sudah menyamai posisi sebelum pandemi COVID-19.
Namun, jika dilihat dengan indikator lain, misalnya Indeks Penjualan Riil hasil survei Bank Indonesia, indeks pertumbuhannya tidak terlalu tinggi. IPR pada Juli 2023 yakni 212,7, turun 4,5 persen secara bulanan (mtm).
Kesenjangan Konsumsi Masyarakat Kalangan Atas dan Bawah
"Kenapa ada sebagian pedagang yang mengeluhkan omzet menurun? Ini bisa jadi kalau dibedah konsumsi masyarakat ini ada kesenjangan antara kalangan menengah atas dan bawah," ungkapnya kepada kumparan, Sabtu (12/8).
ADVERTISEMENT
Menurut Faisal, tingkat konsumsi rumah tangga yang tinggi lebih banyak didorong oleh kalangan menengah atas. Sementara daya beli masyarakat kalangan bawah memang cenderung melemah.
"Pedagang yang mana menurut saya ini juga perlu dibedah pedagang mana, ini dugaan saya yang produk dan jasanya menyasar kalangan menengah bawah," lanjutnya.
Ilustrasi anak belanja bersama ibu. Foto: Shutter Stock
Sikap Konsumen
Sementara itu, Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai penyebab banyak omzet pedagang menurun lantaran ada diskoneksi antara pengakuan konsumen bahwa mereka ingin belanja lebih banyak dengan tren penjualan ritel yang melambat.
"Indikator ekonomi yang saling bertabrakan ini menjadi sinyal bahwa ada kecenderungan konsumen memiliki optimisme semu. Bilang mau belanja, padahal mereka menambah tabungan di perbankan terutama deposito berjangka," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Hal ini terlihat dari data simpanan berjangka perorangan yang meningkat 7,6 persen menjadi Rp 1.434,4 triliun per Juni 2023. Bhima mengatakan, jika uang lebih banyak menumpuk di bank, sektor riil bisa macet.
Sulit Dapat Pekerjaan dengan Gaji Layak
Bhima menilai, perlu dicermati pula kalangan kelas menengah yang tertekan karena masih berjuang mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak, di tengah inflasi yang lebih tinggi dibandingkan pra pandemi.
"Banyak harga kebutuhan pangan dan transportasi naik terlalu tinggi sehingga uang untuk beli baju makin terbatas. Ada juga yang sebelumnya mendapat banyak bantuan selama pandemi, begitu disetop bantuannya keuangan rumah tangga jadi limbung," pungkas dia.