Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ekspor Benur Hanya Dilayani 1 Perusahaan Kargo, Celah Kasus Edhy Prabowo di KPK?
25 November 2020 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo , pada Rabu dini hari (25/11). Edhy Prabowo diciduk di Bandara Soekarno-Hatta saat baru saja mendarat dari lawatannya ke Honolulu, Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Politikus Gerindra itu ditangkap bersama sang istri, Iis Rosita Dewi. Selain itu, sejumlah pejabat eselon 1 di KKP, juga turut dicokok.
Hingga kini, rombongan Edhy masih menjalani pemeriksaan di KPK. Penangkapan ini diduga berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.
Untuk diketahui, soal lobster ini juga lah yang tengah diurusi Edhy dalam kunjungan kerjanya ke Hawai, AS, sejak 20 November. Ia mempelajari produksi benih-benih udang, khususnya vaname yang hendak dibudidayakan di Indonesia.
Sejak awal kebijakan ekspor benih lobster ini diluluskan Edhy di KKP, produk regulasi tersebut memang tak pernah lepas dari kontroversi. Mulai dari penolakan dari berbagai pihak, termasuk sang menteri terdahulu, Susi Pudjiastuti.
Kendati demikian, keputusan Edhy ini rupanya jalan terus. Kementerian pun akhirnya menerbitkan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia pada bulan Mei 2020.
ADVERTISEMENT
Regulasi tersebut kemudian membuat kegiatan ekspor benih lobster menjadi legal.
Dugaan Monopoli Kargo Ekspor Benih Lobster
Setelah kegiatan ekspor benih lobster dibolehkan, muncul persoalan lain dalam pelaksanaannya. Masalah tersebut tak lain adanya dugaan monopoli dalam penyediaan jasa kargo yang digunakan untuk proses ekspor benur.
Saat ini PT Aero Citra Kargo, menjadi satu-satunya perusahaan yang bertugas sebagai penyedia kargo udara khusus pengiriman benih lobster.
Perusahaan ini mendapat mandat langsung dari Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi), yang menjadi mitra KKP dalam ekspor benur.
Asosiasi Pengusaha Kelautan dan Perikanan Indonesia (APKPI), membenarkan soal PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa cargo satu-satunya. Namun, Ketua APKPI Buntaran mengaku tak tahu pasti alasan adanya jasa kargo tunggal tersebut.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, ia menyatakan bahwa asosiasi berpendapat agar pemerintah membebaskan eksportir memilih cargo sendiri.
"Pendapat kami sebaiknya eksportir bebas memilih cargo sendiri supaya bisa nego biayanya. Karena kalau biaya cargo tinggi, akan pengaruh pada harga nelayan," ujar Buntaran kepada kumparan, Rabu (25/11).
Terkait hal itu, Direktur PT Alam Laut Agung, Dino Dinata, punya pendapat lain. Menurutnya sebagai salah satu bos perusahaan yang juga melakukan ekspor benur, kondisi tunggalnya penyedia jasa kargo murni disebabkan oleh kondisi pandemi COVID-19.
"Kalau mengenai kargo, KKP tidak pernah merekomendasikan, enggak pernah, tidak pernah bicara untuk harus ACK. Tetapi pada masa pandemi ini hanya ACK yang bisa melakukan itu," pungkas Dino.
Tak hanya menepis isu tersebut, ia bahkan juga mendoakan agar Menteri Edhy bisa melewati proses pemeriksaan lembaga antirasuah dengan baik.
Sementara sumber lain kumparan yang juga eksportir benur, kian menguatkan adanya dugaan monopoli. Sumber kumparan itu mencium adanya praktik monopoli yang menyebabkan jasa kargo ini hanya dilayani PT ACK.
ADVERTISEMENT
Ia bahkan mengungkapkan, eksportir akan menemui kesulitan apabila tak menggunakan jasa cargo yang direkomendasikan itu.
"Ada indikasi oknum di KKP menyerahkan ini (cargo ekspor benih lobster) pada asosiasi Pelobi. Sehingga eksportir dipersulit jika tidak menggunakan jasa cargo PT ACK," tegasnya.
Sumber kumparan lainnya juga semakin menguatkan dugaan tersebut. Menurutnya, selisih harga antara jasa kargo yang disarankan dengan menggunakan jasa lainnya bisa mencapai Rp 1.600 per ekor.
Ia membeberkan, pengiriman benur lobster dengan jasa PT ACK ini dikenakan biaya Rp 1.800 per ekor. Padahal jika pengiriman dilakukan dengan perusahaan lain, eksportir hanya akan dibebani biaya sekitar Rp 200 per ekor.
Masalahnya lagi, tidak ada beleid khusus di Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 maupun di regulasi lainnya, yang mengatur bahwa jasa kargo ini telah ditentukan secara spesifik.
ADVERTISEMENT
"Monopoli cargo rupanya menjadi profit centernya, bayangin 37 juta dikali Rp 1.600 sekali ekspor. Hanya dua cargo yang direkomendasikan Menteri untuk melayani ekspor, satu di Jakarta, satunya lagi di Surabaya," tutur sumber kumparan tersebut.