Emak-emak Kena Dampak Rupiah Melemah, Bisa Teriak Kalau Harga di Pasar Naik

20 April 2024 17:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepala Center of Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha Maghfiruha, mengatakan anjloknya rupiah bisa berdampak pada kenaikan pengeluaran ibu rumah tangga Indonesia akibat lonjakan harga bahan pokok impor.
ADVERTISEMENT
Eisha menjelaskan beras, tempe, maupun kacang kedelai merupakan contoh bahan pokok yang diperoleh melalui impor. Perempuan Indonesia menghadapi dampak kenaikan kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, salah satunya ibu rumah tangga dan pelaku UMKM.
“Beras, tempe, soybean dari juga merupakan impor dan lain lain. Nah ini kalau untuk ibu-ibu pasti kalau harga-harga di pasar naik, pasti kan teriak-teriak ya,” ujar Eisha dalam Diskusi Publik Ekonom Perempuan INDEF virtual, Sabtu (20/4).
Kepala Center of Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha di Diskusi Publik Ekonom Perempuan INDEF virtual, Sabtu (20/4/2024). Foto: Dok. Istimewa
Untuk menjaga daya beli tidak turun, pemerintah perlu mengendalikan harga-harga maupun menjaga inflasi. Upaya ini memerlukan kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia.
“Dari daya beli konsumsi masyarakat, yang diutamakan adalah mereka golongan bawah dan rentan. Perlu dilihat dampak kenaikan harga terhadap daya beli masyarakat,” kata Eisha.
ADVERTISEMENT
Eisha mencermati industri UMKM juga akan mengalami kenaikan biaya produksi dengan adanya pelemahan rupiah Meski demikian, sektor UMKM menjadi salah satu industri yang justru bertahan secara historis.
“Secara historis pada 1997 ketika nilai tukar sangat tinggi, justru industri yang bertahan adalah UMKM. Justru waktu itu mungkin memang UMKM yang banyak mengolah bahan baku sumber daya dalam negeri,” terangnya.
Saat ini, banyak produk UMKM berasal dari reseller yang mengandalkan produk luar negeri. Depresiasi rupiah memberikan efek terhadap biaya produksi sehingga harga jual produk akan naik.
“Ujungnya pasti harga-harga produknya akan meningkat misalnya tidak bisa menahan biaya beban produksi, harus dibebankan pada harga produknya yang lebih tinggi,” tambah Eisha.
INDEF belum bisa memastikan dampak lanjutan eskalasi Iran-Israel. Antisipasi dan mitigasi kebijakan diperlukan untuk memastikan stabilitas makro ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Risiko eksternal geopolitik masih tinggi sekali ke depan dan perlu hati-hati terkait kebijakan ekonomi ke depan. Pastinya kita menginginkan stabilitas makro ekonomi terjaga,” sambung Eisha.