Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Masih (mandek), kita ikutin perkembangannya. Mudah-mudahan dengan pelarangan (ekspor) ini yang tadinya tidak dilaksanakan, mereka ada upaya ke sana (membangun smelter)," kata Irwandy di Kantor ESDM, Jumat (18/8).
Irwandy menyampaikan ada kemungkinan pemerintah membuka opsi pembangunan smelter dilakukan oleh peminat dari industri lain. Jika memang tidak ada keseriusan dari pemilik smelter.
Lebih lanjut, terdapat 4 smelter yang sudah beroperasi di dalam negeri, yakni milik PT Indonesia Chemical Alumina memproduksi Chemical Grade Alumina (CGA), PT Bintan Alumina Indonesia produksi Smelter Grade Alumina (SGA), PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW), dan PT WHW Ekspansi juga memproduksi SGA. Keempat perusahaan tersebut bisa memproduksi dari alumina ke aluminium.
"Sekarang ini kan produksinya 250 ribu ton, nanti kalau yang baru ada jadi 500-750 ribu ton. Sedangkan kebutuhan alumunium kita sudah 1 juta ton," terang dia.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyebutkan ada 7 pembangunan fasilitas pengolahan mineral atau smelter bauksit dengan progres di atas 50 persen tapi tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Hal tersebut menyebabkan ekspor komoditas bauksit tetap akan disetop per Juni 2023, tidak seperti tembaga yang mendapatkan relaksasi ekspor hingga Mei 2024 mendatang lantaran progres smelter terhambat pandemi COVID-19.
Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian Indonesia (AP3I), Haykal Hubeis, mengakui terkadang progres smelter bauksit yang dilaporkan oleh verifikator independen dapat berbeda dengan kondisi di lapangan.
"Dalam pembangunan proyek-proyek smelter, terkadang terjadi perbedaan antara progres yang dilaporkan dan hasil verifikasi oleh pihak independen atau pemerintah yang disebabkan oleh beberapa faktor," ujarnya kepada kumparan, Kamis (1/6).
ADVERTISEMENT
Haykal menyebutkan beberapa penyebabnya seperti penilaian yang berbeda, perbedaan dalam metodologi verifikasi, sumber data yang berbeda, interpretasi yang berbeda di mana pemahaman, dan pengalaman atau perspektif dapat mempengaruhi hasil akhir.
"Penting untuk mencatat bahwa keputusan terkait relaksasi ekspor atau kebijakan ekspor bauksit didasarkan pada pertimbangan yang kompleks, termasuk tujuan strategis pemerintah, kebijakan industri mineral hilir, dan penilaian kondisi pembangunan smelter," kata Haykal.