Faisal Basri Nilai Penerimaan Pajak Impor Tekstil Tak Maksimal

15 Oktober 2019 17:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat ekonomi, Faisal Basri. Foto: Resya Firmasnyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat ekonomi, Faisal Basri. Foto: Resya Firmasnyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior, Faisal Basri mencium adanya dugaan penerimaan pajak impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang lolos dan kurang maksimal.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut salah satu indikasi penerimaan pajak yang lolos karena adanya perbedaan data ekspor TPT antara Bea Cukai China dibanding Bea Cukai Indonesia.
Faisal Basri menggambarkan, perbedaan skema perhitungan pajak barang impor dari China. Sementara pada saat barang sampai di Bea Cukai Indonesia perhitungan pajak barang impor menggunakan skema TPT HS Code 6111 (garmen tekstil).
"Karena China ngitungnya barang FOB (Free on Board) kita CIF (Cost Insurance Freight/nilai pabean penuh) tapi selisihnya itu lazim sampai 20 persen. Tapi kalau selisih sampai 70 persen patut diduga ada under invoice bisa banting harga nih di pasar kita," terangnya saat ditemui di Tjikini Lima Resto, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Suasana pabrik garmen. Foto: AFP
Selisih perhitungan ini yang membuat salah satu penyebab tidak maksimalnya penerimaan pajak. Alasannya Direktorat Jenderal Pajak menghitung data pajak melalui Bea Cukai.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang urus kan Dirjen Bea Cukai (Heru Pambudi) kalau datanya enggak beres, Dirjen Pajak (Robert Pakpahan) nerima aja data dari Bea Cukai," imbuh Faisal.
Dengan perbedaan data tersebut, kata Faisal Basri harga produk-produk garmen impor asal China jauh lebih murah dan membanjiri pasar dalam negeri.
"Mau matikan produk dalam negeri nah produk-produk tertentu under invoice sampai 72 persen HS Code itu tekstil dan garmen ada," tambahnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan, realisasi penerimaan pajak terus naik. Hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp 801,6 triliun atau setara dengan 50,7 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp 1,577,56 triliun. Angka tersebut juga tumbuh 0,21 persen dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 799,46 triliun.
ADVERTISEMENT
Namun, Menurut Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Arif Budimanta penerimaan pajak tersebut masih terbilang rendah.
"Rendahnya pertumbuhan penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2019 menunjukkan bahwa tambahan data base yang diperoleh dari program Tax Amnesty belum dimanfaatkan secara optimal," katanya.