Fakta Terbaru Jiwasraya: Rekayasa Keuangan hingga Kecurangan Manajemen

9 Januari 2020 8:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Penyakit yang ada di dalam tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih belum sepenuhnya terungkap hingga kini. Namun fakta adanya indikasi fraud atau kecurangan hingga rekayasa keuangan, satu per satu mulai menyeruak ke permukaan.
ADVERTISEMENT
Perusahaan asuransi pelat merah itu mengalami gagal bayar kewajibannya kepada nasabah sebesar Rp 802 miliar, pertama kali pada Oktober 2018.
Berikut fakta terbaru mengenai kasus Jiwasraya yang dirangkum kumparan:
Dijanjikan Dua Bulan Lagi
Dalam konferensi pers terkait audit investigatif yang digelar Rabu (8/1), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji akan mengungkap nama tersangka dan juga kerugian negara atas kasus Jiwasraya dua bulan lagi.
Ketua BPK Agung Firman mengatakan, kasus Jiwasraya merupakan kasus yang sangat kompleks. Produk JS Saving Plan serta investasi yang dilakukan pada saham berkualitas rendah juga mengakibatkan kerugian negara.
"Dari hasil pemeriksaan, penyimpangan dari produk JS Saving Plan dan investasi ada yang mengakibatkan kerugian negara. Nilainya dapat ditentukan setelah BPK melakukan investigasi. Dan itu butuh waktu atau dapat selesai dalam waktu sekitar 2 bulan," ujar Agung di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
ADVERTISEMENT
Saat ini, BPK sedang melakukan dua pekerjaan terhadap Jiwasraya, yaitu pemeriksaan investigatif untuk menindaklanjuti pemeriksaan pendahuluan dan penghitungan kerugian negara atas permintaan Kejaksaan Agung.
Konferensi pers terkait koordinasi BPK RI dengan kejaksaan agung perihal pemeriksaan asuransi Jiwasraya, Rabu (8/1). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menyebut pihaknya telah melakukan penggeledahan pada 13 objek yang terkait kasus Jiwasraya. Pihaknya mengaku tak ingin gegabah dalam menangani kasus besar seperti ini.
"Kami telah melakukan penggeledahan terhadap beberapa obyek sekitar 13 obyek yang telah kami geledah. Kami tetap silent tidak ingin terlalu terbuka dan kami masih tunggu hasil pemeriksaan temen di BPK. Tapi kami sudah punya ancar-ancar siapa pelakunya," kata Burhanudin.
Ada Indikasi Fraud di Jiwasraya
BPK menemukan indikasi kecurangan atau fraud pada produk JS Saving Plan dan penempatan investasi Jiwasraya. Temuan tersebut didapat usai BPK melakukan pemeriksaan tujuan tertentu pada tahun 2016 dan audit investigasi pendahuluan pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
"Hasil menunjukkan penyimpangan yang terindikasi fraud atau kecurangan dalam saving plan dan investasi," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat konferensi pers di Kantor BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
Dalam audit tersebut, ditemukan fakta bila manajemen Jiwasraya sempat melaporkan keuangan positif pada tahun 2006. Faktanya, perseroan ternyata memanipulasi laporan keuangan.
"Meskipun tahun 2006 perusahaan masih bukukan laba, tapi laba semu akibat rekayasa akuntansi atau window dressing di mana sebenarnya perusahaan mengalami kerugian," tegasnya.
Selama audit investigasi masih berjalan, BPK juga sedang menghitung potensi kerugian negara di Jiwasraya akibat produk JS Saving Plan dan keputusan investasi. Penilaian kerugian tersebut diminta oleh Kejaksaan Agung.
"Itu akan diselesaikan dalam waktu tidak terlalu lama," sebutnya.
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: Shutter Stock
Eks Agen: Direksi Jiwasraya 2018 Tak Ada Kapabilitas
ADVERTISEMENT
Eks Vice President Jiwasraya yang merupakan agen produk bancassurance JS Saving Plan, Getta Leonardo Arisanto, menyatakan sebelum 2018 Jiwasraya tak pernah mengalami tekanan likuiditas.
“Sepanjang jalan dari 2008, 2009, 2010…. sampai 2017, versi yang ini, tidak pernah Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas. Karena kita melihat tren yang namanya cashflow,” kata Getta dalam perbincangan dengan kumparan, Selasa (7/1).
Dia menilai, masalah bermula ketika peralihan kepemimpinan di jajaran direksi pada Januari 2018 tidak berjalan secara mulus.
Menurut Getta, di akhir kepemimpinan Hendrisman Rahim sebagai Direktur Utama Jiwasraya, ada dana tunai Rp 6 triliun.
“Waktu hands over ada Rp 6 triliun dana cash. Harusnya cash ini dibelikan saham, dibelikan apa. Apa yang terjadi? Dipakai bayar (polis) yang jatuh tempo saja. Ya habis lah barang ini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Usut 5 Ribu Transaksi Keuangan
Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus melakukan penelusuran terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi terkait Asuransi Jiwasraya. Kejagung pun juga telah memanggil sejumlah saksi untuk penelusuran lebih lanjut.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, proses pengusutan kemungkinan akan berlangsung cukup lama. Ia mengatakan, pihaknya sedang menelusuri ribuan transaksi keuangan dalam kasus Jiwasraya.
"Memang ini agak lama karena gini kita akan membedah bahwa ini ada transaksi-transaksi yang transaksinya melebihi dari 5 ribu transaksi," kata Burhanuddin di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (8/1).
Konferensi pers Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait penanganan dan perkembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi di PT. Asuransi Jiwasraya ( Persero ). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jiwasraya Diduga Rekayasa Laporan Keuangan
BPK melakukan investigasi pada Jiwasraya sejak 2010-2019. Dalam kurun waktu tersebut, BPK dua kali melakukan pemeriksaan pada BUMN asuransi itu, yakni 2016 dengan tujuan tertentu dan 2018 pemeriksaan investigasi pendahuluan.
ADVERTISEMENT
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, pada 2016 Jiwasraya mencatatkan laba Rp 367,3 miliar, namun mendapat opini adverse atau dimodifikasi. Hal ini dilakukan Jiwasraya karena jika saat itu dilakukan pencadangan, maka akan terlihat kerugian sebesar Rp 15,3 triliun.
"Pada 2016, Jiwasraya laba Rp 367,3 miliar, namun opininya enggak wajar, akibat kekurangan pencadangan Rp 7,7 triliun. Jika pencadangan itu dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan rugi," ujar Agung saat konferensi pers di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
Lebih lanjut, Agung juga menduga adanya kegiatan memoles data lainnya alias window dressing pada penjualan produk JS Saving Plan. Pihak Jiwasraya ternyata menaruh dana JS Saving Plan itu ke saham-saham yang berkualitas rendah, seperti saham PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO), saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI), hingga saham PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).
ADVERTISEMENT
"Aktivitas jual beli saham ini dilakukan berdekatan. Kami duga window dressing juga, kepemilikan saham di atas maksimal, investasi ke saham-saham yang enggak likuid," jelasnya.
Bahkan BPK menilai, ada rekayasa saat transaksi jual beli saham yang dilakukan pihak Jiwasraya, sehingga harga saham yang dibeli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya. Atas tindakan ini, ada indikasi kerugian pada Jiwasraya hingga Rp 6,4 triliun.
"Di antara saham-saham tersebut, ada arahan Jiwasraya yang seharusnya enggak boleh dilakukan, karena dia selaku investor. Diduga dilakukan dengan merekayasa, sehingga harga jual beli tak mencerminkan harga sebenarnya. Indikasi kerugian sementara karena penurunan nilai saham ini Rp 6,4 triliun," ujarnya.