Festival dan Konser Musik Dinilai Mampu Dongkrak Ekonomi RI

4 Juni 2023 15:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grup Musik Coldplay. Foto: Timothy A. CLARY / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Grup Musik Coldplay. Foto: Timothy A. CLARY / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kegiatan festival dan konser musik Indonesia hingga dunia kembali menggeliat usai pemerintah mengakhiri kegiatan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau pasca pandemi COVID-19. Hal tersebut tentu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Para peneliti di LPEM FEB UI, Dian Revindo, Rama Vendika, dan Calista Endrina mengungkapkan, antusiasme masyarakat untuk mendapatkan tiket konser Coldplay pada Mei lalu menunjukkan subsektor musik dapat menjadi salah satu pendorong kegiatan ekonomi jika dikelola dengan baik.
"Industri musik global diperkirakan kembali tumbuh dan diperkirakan bernilai USD65 miliar pada 2023," tulis mereka dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Minggu (4/6).
Pertumbuhan tersebut tentu berbanding terbalik dengan geliat industri musik di tahun 2020 saat pandemi COVID-19 menghantam dunia. Kala itu, industri musik global kehilangan pemasukan bisnis live music hingga USD 30 miliar.
Meski begitu, sebagian dari penurunan tersebut dapat ditutupi dengan melonjaknya bisnis digital streaming, kelas musik virtual, dan pertunjukan virtual, seiring meningkatnya kebutuhan hiburan dalam rumah selama pandemi. Peran musik streaming yang memang sudah menggantikan pemutar musik dalam media fisik sebelum pandemi menjadi semakin penting.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan berakhirnya pandemi global dan pelonggaran mobilitas di berbagai negara, industri musik global telah kembali bangkit. Pada tahun 2022, diperkirakan industri musik berbasis rekaman mencatat revenue senilai USD 26,6 miliar.
"Nilai ini naik 9 persen dari tahun sebelumnya, dan menyambung catatan pertumbuhan positif selama delapan tahun berturut-turut," terang mereka.
Adapun sekitar 67 persen dari nilai tersebut disumbangkan oleh pendapatan musik streaming yang ditandai dengan 10,3 persen pertumbuhan subscription.
Lebih lanjut, terlepas dari pesatnya pertumbuhan bisnis musik streaming, bagi sebagian orang pertunjukan live music tetap tidak tergantikan. Pada 2020 lalu tercatat bisnis ini hanya mampu menjual 13,4 juta tiket secara global, atau turun nyaris 80 persen akibat pandemi.
Pada tahun 2022, bisnis live music diperkirakan telah mulai bangkit, dan akan meningkat pesat pada 2023 karena adanya pent-up demand (permintaan terpendam pada masa pandemi).
ADVERTISEMENT
Bisnis live music juga mulai mendapatkan kembali momentumnya di Indonesia pasca pandemi. Sepanjang 2022, terdapat beberapa konser musik yang cukup besar seperti PestaPora, We The Fest, Soundrenaline, Synchronize Fest, Hammersonic Festival, Djakarta Warehouse Project 2022, belum termasuk berbagai konser individu dan konser yang bersifat lebih lokal.
Sepanjang 2023, berbagai festival dan konser musik yang cukup banyak juga akan digelar, baik oleh band dalam maupun luar negeri seperti Blackpink, Ne-Yo, NCT, Westlife, Coldplay.
LPEM FEB UI mencatat, salah satu agenda konser yang menyedot perhatian publik adalah band asal Inggris, Coldplay, yang direncanakan akan digelar 15 November mendatang. Pada pertengahan Mei lalu terjadi perburuan tiket alias war tiket. Sekitar 50 ribu tiket dijual dengan mekanisme online.
ADVERTISEMENT
"Meski dijual dengan harga cukup mahal, berkisar Rp 800 ribu hingga Rp 11 juta, tetapi terdapat sekitar 3,2 juta orang yang diperkirakan ikut memperebutkan tiket ini," ungkapnya.
"Situasi ini diperparah dengan munculnya para calo dan jasa titip yang menggunakan berbagai cara dan teknologi untuk memenangkan perebutan tiket tersebut," imbuhnya.
Blackpink tampil di festival musik Coachella, California, Amerika Serikat, pada Sabtu (15/4/2023). Foto: Instagram/@coachella
Dari kericuhan tersebut, LPEM FEB UI menyimpulkan, konser musik dapat membantu pergerakan roda ekonomi suatu negara. Misalnya di Amerika Serikat, industri konser dan pertunjukan live sendiri telah menjadi mesin penggerak ekonomi yang signifikan.
Sebelum pandemi, penyelenggaraan konser dan pertunjukan live di Amerika Serikat sepanjang tahun 2019 diestimasikan memberikan dampak ekonomi senilai USD 132,6 miliar, menciptakan lapangan kerja sebanyak 913 ribu pekerjaan dengan pendapatan tenaga kerja terkait sekitar USD42,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Dampak langsung yang berasal dari pengeluaran operasional venue konser hingga pengeluaran penonton nonlokal (dari luar kota maupun luar negeri). Selain pengeluaran untuk tiket, penonton nonlokal juga diperkirakan akan melakukan pengeluaran on-site dan off-site lainnya.
Pengeluaran on-site untuk merchandise dan biaya parkir, sedangkan pengeluaran off-site untuk penginapan, transportasi (baik transportasi ke venue maupun ke tempat-tempat lainnya selama menginap), makanan dan minuman, pembelian di toko-toko lokal, kunjungan ke tempat hiburan lainnya.
"Industri ini di Amerika Serikat mampu menciptakan tambahan penerimaan pajak pusat senilai USD 9,3 miliar dan pajak daerah senilai USD 8,3 miliar sepanjang tahun 2019," ungkapnya.
Grup musik Dewa 19 tampil bersama vokalis Virzha (tengah) dalam konser bertajuk Dewa 19 - A Night At The Orchestra Episode 2 di Jakarta International Velodrome, Jakarta, Sabtu (10/12/2022). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Di Indonesia, kata LPEM FEB UI, penyelenggaraan acara musik sendiri juga telah dikenai pajak. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015, pergelaran musik internasional dikenai pajak 15 persen per tiket.
ADVERTISEMENT
Pajak hiburan diperkirakan menyumbang 1,65 persen penerimaan pajak daerah. Sebagai contoh, mendekati pertengahan tahun 2023, pemerintah daerah di Indonesia telah membukukan penerimaan Rp 640,8 miliar dari pajak hiburan, meningkat 68,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di DKI Jakarta, pajak hiburan dari aktivitas di Kecamatan Tanah Abang (termasuk Senayan dan Gelora Bung Karno) pada Januari 2023 sendiri sudah mencapai Rp 29 miliar.
Selain berdampak positif terhadap perekonomian, penyelenggaraan festival musik di beberapa negara juga telah berdampak positif terhadap popularitas dan branding kota penyelenggara dalam taraf nasional maupun internasional. Festival Sziget (Pulau Obuda, Hungaria), Exit (Novi Sad, Serbia), Tomorrowland (Boom, Belgia), Pol'and'Rock (Czaplinek, Polandia), Rock in Rio (Rio de Janeiro, Brazil), dan Mawazine (Rabat, Maroko) adalah beberapa contoh festival musik yang telah cukup mendunia dan mampu mendukung promosi kota penyelenggaranya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, LPEM FEB UI memberikan lima saran untuk pemerintah supaya konser musik dapat beedampak secara langsung kepada perekonomian. Pertama, pada sisi hulu, pengambilan tindakan tegas terhadap pembajakan yang masih marak diperlukan. Agar kreativitas pencipta serta investasi di bidang musik dapat terpacu dan terlindungi, terutama melalui fasilitasi dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Kedua, peningkatan akses permodalan untuk industri musik juga perlu dipertimbangkan. Skema permodalan khusus diperlukan mengingat valuasi nilai ekonomi dari industri musik lebih sulit dibandingkan kegiatan ekonomi lain pada umumnya.
Ketiga, pemberian kemudahan dan insentif untuk penyelenggaraan festival musik juga diperlukan untuk meningkatkan citra dan variasi atraksi di kawasan pariwisata.
"Keempat, pemerintah juga perlu tegas menindak penyelenggaraan pergelaran yang terbukti tidak berjalan kondusif, seperti terjadinya kerusuhan atau pelanggaran etika," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Kelima, standardisasi kapasitas promotor dan penyelenggaraan acara juga patut dipertimbangkan. Untuk menjaga kualitas penyelenggaraan pergelaran musik di Indonesia.