Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Industri furnitur merupakan salah satu sektor yang membutuhkan banyak pegawai. Rata-rata, gaji pegawai tinggi dan menyumbang 30 persen dari total biaya produksi.
ADVERTISEMENT
Sehingga saat gaji tinggi, perusahaan mulai mempertimbangkan keberlangsungan bisnisnya. Bahkan, banyak perusahaan yang akhirnya memilih membangun pabrik di negara lain.
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki), Abdul Sobur, mengakui telah ada empat pengusaha furnitur di Indonesia yang merelokasi pabriknya ke Vietnam.
"Kalau yang ke Vietnam, sejauh ini baru empat perusahaan. Itu salah satunya yang kemarin kita kunjungi, Full Ding Furniture Co., LTD, sisanya di Jawa Tengah, Medan," katanya kepada kumparan saat ditemui di Ho Chi Minh, Vietnam Selatan, Jumat (29/11).
Pria yang akrab dipanggil Sobur, ini menilai salah satu penyebab banyaknya pengusaha furnitur yang merelokasi pabriknya ke Vietnam, karena regulasi di dalam negeri yang memberatkan.
ADVERTISEMENT
"Soal SVLK (persyaratan untuk ekspor), kalau di Vietnam enggak ada (SVLK), di Malaysia enggak ada, China enggak ada. Itu menjadi masalah karena mereka komparasi dengan Vietnam," katanya.
Selain persyaratan ekspor yang dinilai bertele-tele, Sobur juga menyatakan persoalan gaji tinggi dan produktivitas pegawai di Vietnam yang lebih kompetitif dibanding di Indonesia.
Upah minimum para pekerja di Vietnam sekitar Rp 2,8 juta hingga Rp 3,5 juta per bulan. Sementara pekerja di Indonesia sebenarnya tidak jauh beda yaitu sekitar Rp 3.6 juta per bulan.
"Di Indonesia, upah di daerah berbeda-beda. Tenaga kerja di Indonesia lebih mahal dibanding di sini (Vietnam). Padahal di Indonesia mereka (pegawai) bekerja 40 jam per minggu. Sementara di Vietnam bekerja 48 jam per minggu," katanya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Himki, pada 2018 nilai ekspor sektor furnitur Indonesia hanya sekitar USD 1,7 miliar. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding Vietnam yang telah mencapai USD 9,3 miliar.
Padahal Presiden Jokowi menargetkan ekspor furnitur mencapai USD 5 miliar. Hingga saat ini ekspor furnitur Indonesia belum pernah mencapai USD 2 miliar.
Sebelumnya, president salah satu perusahaan furnitur di Vietnam, Woodworth International Corporation, Lawrence M.D. Yen, mengatakan investor lebih memilih Vietnam lantaran gaji pekerja lebih murah dibanding negara lainnya, termasuk Indonesia.
"Upah para pekerja di sini (Vietnam) relatif lebih murah dibanding di negara lainnya (Indonesia). Selisihnya sekitar 73 persen (per tahun)," katanya.