Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Hadapi Potensi Inflasi Tinggi, Sunarso: Loan Growth BRI Tak Sensitif Krisis
14 Mei 2022 14:29 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Potensi inflasi tinggi menjadi ancaman ekonomi global yang bisa berdampak juga terhadap Indonesia. Merespons situasi tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI melakukan sejumlah simulasi dan analisis. Salah satu kesimpulan dari kajian ekonometrika diketahui bahwa pertumbuhan penyaluran kredit (loan growth) BRI tak sensitif terhadap krisis.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama/CEO BRI Group, Sunarso, mengungkapkan hasil kajian BRI Research Institute soal tren inflasi tinggi yang tengah berlangsung secara global. Hal itu misalnya sudah terjadi di Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan inflasi April 2022 sebesar 8,3 persen. Inflasi Turki bahkan mendekati angka 70 persen.
"(Dampaknya) enggak usah dikhawatirkan ke pertumbuhan kredit BRI. Kita juga sudah bikin analisis, BRI itu untuk menumbuhkan kredit loan growth-nya tidak sensitif terhadap krisis. Saya ulangi lagi, loan growth BRI tidak sensitif terhadap kredit," kata Sunarso dalam acara halal bi halal bersama pimpinan media di Kantor Pusat BRI, Jakarta, Jumat (13/5).
Data menunjukkan, dalam empat krisis terakhir yakni global financial crisis atau GFC (2008), taper tantrum (2013), perlambatan ekonomi AS (2015), dan pandemi (2020-2021), angka pertumbuhan kredit BRI selalu lebih tinggi dari rata-rata industri perbankan.
Sunarso menjelaskan, tingginya daya tahan BRI terhadap krisis dalam hal pertumbuhan kredit , dipengaruhi oleh strategi penyelamatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi core business BRI. Salah satunya terlihat dari data restrukturisasi kredit BRI selama masa pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Data BRI per April 2022 menunjukkan, dari total nilai kredit yang direstrukturisasi sebesar Rp 249,33 triliun, ada sebesar Rp 75,5 triliun yang telah dilakukan pembayaran oleh debitur. Sementara nilai kredit yang lepas dari program restrukturisasi ada sebesar Rp 27,2 triliun.
Sedangkan yang masuk kategori non-performing loan (NPL) sebesar Rp 8 triliun atau hanya sekitar 3,23 persen dari total kredit yang direstrukturisasi. Sisanya Rp 138,6 triliun masih berjalan dalam program restrukturisasi.
Dengan data historis tersebut, Sunarso yakin BRI masih bisa mendorong pertumbuhan penyaluran kredit meskipun di tengah situasi krisis. "Harus tetap menumbuhkan kredit. Kredit yang seperti apa? Kredit yang ada unsur stimulus. Maka kita mengenal strategi kita business follow stimulus dan itulah yang membuat BRI tetap tumbuh kreditnya out-perform di market di atas pertumbuhan rata-rata pasar," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Penyaluran kredit BRI di kuartal I 2022 sendiri tercatat sebesar Rp 1.075 triliun atau tumbuh 7,4 persen secara year on year. Sedangkan untuk 2022, BRI mematok target pertumbuhan kredit antara 9 persen hingga 11 persen. Sementara pada sisi lain, Sunarso mengaku tak khawatir dengan pemenuhan kebutuhan dana untuk menjaga pertumbuhan kredit tersebut.
"Likuiditasnya ada apa enggak? Dan itu terkait inflasi, (kalau inflasi tinggi) dengan kebijakan uang ketat apa enggak," ujarnya.
Di tengah situasi tren inflasi yang meninggi, Sunarso meyakini bahwa likuiditas BRI cukup kuat. Hal ini ditunjukkan dengan rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang masih longgar dalam dua tahun terakhir yakni berkisar di 85 persen hingga 87 persen.
ADVERTISEMENT
"Kalau soal modal, equity enggak usah diragukan karena BRI kemaren rights issue dalam rangka holding ultra mikro kita dapat tambahan modal cash, 41 triliun. Cukup untuk terus tumbuh paling tidak selama 3 tahun," pungkas Direktur Utama/CEO BRI Group, Sunarso.