Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Harga Belanjaan di Minimarket Tak Bulat Dinilai Jadi Strategi Pikat Konsumen
10 Juli 2023 19:34 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Uang kembalian kala belanja di minimarket kerap tak balik lagi ke kantong konsumen. Perkara kasir minimarket tak memberikan uang kembalian seratus dua ratus perak ini kembali jadi perbincangan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kembalian tersebut kerap diubah ke berbagai belanja lain seperti permen, hingga dimintakan buat donasi. Hal ini seringkali disebabkan harga barang yang dijual tidak bulat, seperti Rp 19.800 misalnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai ada unsur kesengajaan pada harga yang tidak bulat pada produk-produk di minimarket, selain untuk persentase keuntungan yang diambil penjual.
Bhima mengatakan barang dengan harga Rp 11.900 akan dinilai konsumen sebagai barang seharga Rp 11.000, meski angkanya lebih mendekati Rp 12.000.
“Ini efektif ketika melakukan hitung-hitungan sambil mencari barang-barang yang lain, maka untuk memudahkan penjumlahannya, kamu akan membulatkan angka tersebut menjadi Rp 11.000,” kata Bhima kepada kumparan, Senin (10/7).
Meski demikian, Bhima menggarisbawahi kebijakan harga tidak bulat ini harus diiringi kapasitas minimarket untuk selalu menyediakan pecahan uang kecil. Hal ini diperlukan agar konsumen tidak dirugikan dengan dipaksa membeli barang-barang yang bukan pilihan mereka.
ADVERTISEMENT
Dia menekankan harus ada keseimbangan antara pencantuman harga dengan ketersediaan pecahan kembalian yang tersedia, agar memudahkan baik konsumen maupun minimarket. Karena sering kali yang menanggung kesulitan adalah penjaga minimarket, padahal harga ditentukan manajemen pusat.
“Jadi sampai ada alasan tidak ada kembalian, tidak ada receh kemudian antara struk dan yang diterima konsumen berbeda, dan kadang-kadang yang disalahkan adalah si penjaga minimarket, padahal ini kebijakan manajemen pusat,” pungkasnya.
Bhima tidak menampik saat ini transaksi mayoritas dilakukan secara digital, seperti penggunaan QRIS atau kartu debit, sehingga transaksi terkecil pun dapat terpenuhi. Tapi bukan berarti pihak yang masih menggunakan tunai tidak diakomodasi minimarket.
“Harus diakui banyak masyarakat yang belum terbiasa memakai teknologi tersebut dan membayar tunai, jadi pihak minimarket harus menyesuaikan. Karena kalau ini berlanjut akan berdampak pada kepercayaan terhadap minimarket,” ujar Bhima.
ADVERTISEMENT
“Karena selisih yang kecil tadi menjadi keuntungan pihak minimarket, tidak ada transparansi, dan mungkin bagi mereka yang melakukan pembelian secara ritel, jumlah yang sangat kecil pun harus sangat dipikirkan, sangat menjadi concern mereka.” imbuhnya.