Harga Gas Batal Naik, Pemerintah Minta PGN Efisiensi

31 Oktober 2019 19:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas PGN mengecek pasokan gas bumi ke industri Ggaram di Madura. Foto: Dok. PGN
zoom-in-whitePerbesar
Petugas PGN mengecek pasokan gas bumi ke industri Ggaram di Madura. Foto: Dok. PGN
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM membatalkan rencana kenaikan harga gas industri. Seharusnya, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN menaikkan harga gas industri mulai besok, 1 November 2019.
ADVERTISEMENT
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas ESDM Djoko Siswanto, mengatakan alasan pemerintah membatalkan kenaikan harga gas karena mempertimbangkan konsumen, terutama industri.
Selain membatalkan harga gas industri, kementerian juga meminta perusahaan berhemat alias efisiensi biaya. Menurut Djoko, dengan tidak naiknya harga, PGN masih bisa membagikan dividen.
"Harga gas tidak naik saja masih bisa setor. Kalau efisiensi di segala lini dilakukan, setor dividennya bisa tambah besar tanpa harus menaikan harga jual," kata dia saat dihubungi, Kamis (31/10).
Dalam laporan keuangan PGN tahun 2018, perusahaan tercatat membagikan dividen sebesar Rp 1,38 triliun dari laba berjalan. Angka tersebut senilai Rp 56,99 per lembar sahamnya.
Serikat Pekerja PGN Menolak Rencana Kementerian ESDM
Kebijakan pembatalan kenaikan harga gas industri tersebut menuai protes dari Serikat Pekerja PGN. Ketua Umum Serikat Pekerja PGN, Mohammad Rasyid Ridha, meminta Djoko Siswanto jangan hanya membela kepentingan pengusaha.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, kenaikan harga yang diusulkan PGN telah menggunakan formula yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 58 Tahun 2017 yang diubah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2019.
Dia mengatakan penolakan yang dilakukan Dirjen Migas menunjukkan peraturan yang sudah ditetapkan dan diikuti PGN, namun tidak dijalankan dengan konsisten oleh Kementerian ESDM.
"Inkonsistensi ini sangat merugikan badan usaha karena menghambat kegiatan investasi yang mana kepastian implementasi regulasi dan kemudahan investasi usaha menjadi prasyarat mutlak bagi tumbuhnya kegiatan perekonomian," kata dia dalam keterangan persnya.
Teknisi Perusahaan Gas Negara (PGN) memeriksa jaringan gas rumah tangga di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Menteng Asri, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Apabila PGN sebagai BUMN sekaligus Sub Holding Gas saja mengalami akibat buruk, kata dia, bagaimana mungkin badan usaha swasta mendapatkan perlakuan yang lebih baik.
"Apakah BUMN tidak bisa bangkrut? Apakah para pejabat yang punya kewenangan berani bertanggungjawab atas kelangsungan bisnis dan pertumbuhan PGN jika suatu saat bangkrut atas akibat keputusan mereka?" katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Rasyid, penolakan kenaikan harga gas bumi ini membuka fenomena gunung es betapa carut marutnya tata kelola gas bumi nasional. Masalah laten yang belum selesai hingga hari ini.
Berangkat dari kondisi itu, SP PGN mengajak semua pihak duduk bersama, dari sisi upstream, midstream, dan downstream untuk melakukan tata ulang di bidang gas bumi nasional.
"Sehingga bisa memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha termasuk PGN dan memberikan manfaat yang lebih banyak buat negara," ujarnya.
Selama 6 tahun terakhir atau sejak tahun 2013, PGN tidak pernah menaikkan harga jual gas. Dia meminta Kementerian ESDM bersikap adil terhadap PGN dalam menyikapi kenaikan harga gas.