Harga Kredit Karbon RI Jauh Lebih Rendah, Bahlil Minta Negara Maju Harus Adil

13 November 2022 19:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya dalam Sesi Pleno Kelima B20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya dalam Sesi Pleno Kelima B20 Summit Indonesia 2022 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyampaikan terdapat perbedaan biaya kredit karbon antara negara maju dan negara berkembang. Penetapan harga karbon ini sempat gagal disepakati dalam pertemuan tingkat menteri G20.
ADVERTISEMENT
Bahlil mengatakan, harga karbon di negara maju bisa mencapai USD 100 per ton CO2. Sedangkan di negara berkembang, biaya karbon bisa minimal USD 20 atau bahkan USD 15 per ton CO2.
“Saya kira ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua, karena kita perlu menjamin kualitas untuk mencapai kemakmuran bersama di seluruh dunia,” ujar Bahlil dalam B20 Summit 2022 di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua, Bali, Minggu (13/11).
Menurut Bahlil, penetapan harga karbon berdasarkan variabel yang berbeda. Ada yang berpendapatan bahwa biaya kredit karbon di Indonesia rendah karena lahannya yang luas. Indonesia memiliki banyak hutan, sehingga lingkungan tetap dilestarikan dan tarif karbon rendah.
“Kalau hutan kita ditebang, harga kredit karbon di Indonesia bisa sama dengan negara maju. Tetapi kami tak pernah berpikir hingga arah ke sana,” katanya.
ADVERTISEMENT
Bahlil menekankan, dunia perlu investasi yang lebih berkelanjutan dan adil. Semua anggota komunitas global berkomitmen untuk mendukung industrialisasi ramah lingkungan dengan memanfaatkan energi terbarukan.
“Kalau produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar lingkungan, maka produk tersebut tidak akan bersaing di pasar global. Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah, mulai dari nikel, tembaga, timah, bauksit, dan banyak sumber daya lainnya,” imbuh Bahlil.
Bahlil menuturkan, Indonesia berkomitmen untuk membangun industri ramah lingkungan dengan energi terbarukan sebagai kontribusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ke masyarakat.
“Hanya seperlima investasi energi bersih diimplementasikan di negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, dunia berkomitmen untuk menuju emisi bersih,” tambahnya.