HUT ke-76 RI, Momentum Penjual Bendera Dadakan Mengejar Cuan

17 Agustus 2021 14:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjual bendera dadakan di Jalan Raya Ragunan Pasar Minggu. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penjual bendera dadakan di Jalan Raya Ragunan Pasar Minggu. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Peringatan HUT ke-76 RI bagi Been (50 tahun) adalah momentum mengejar pendapatan tambahan. Pria asal Cirebon itu bakal berangkat ke Ibu Kota Jakarta untuk melakoni pekerjaan musiman: menjadi penjual bendera dadakan.
ADVERTISEMENT
Kendati peringatan kemerdekaan ke-76 tahun RI masih dilingkupi pandemi COVID-19, Been memutuskan tetap menuju Jakarta. Berangkat menggunakan bus umum, ia membawa beberapa dus berisi bendera dengan ragam bentuk dan ukuran.
Bendera-bendera tersebut, ia pajang di Jalan Raya Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kepada kumparan, ia bercerita bahwa lokasi ini telah puluhan tahun memberikan rezeki tambahan baginya.
"Dulu tahun 1998, pohon-pohon ini masih lebih rendah dari saya. Sekarang mah bisa berteduh di sana," kata Been sembari menata-nata benderanya, Senin (16/8).
Sang saka yang Been bawa, bakal berkibar setidaknya di pinggir jalan ini dari tanggal 1 hingga 16 Agustus tiap tahunnya. Menanti orang-orang lewat mencari bendera buat dipajang di halaman-halaman rumah.
Selama rentang waktu tersebut, ia akan bertahan di kota dengan mengontrak rumah. Kata Been lagi, ia tak sendiri. Setidaknya akan ada puluhan rekan-rekan satu daerah atau juga dari Garut, Jawa Barat yang ia kenal bakal melakoni pekerjaan ini.
ADVERTISEMENT
Sang Merah Putih yang ia jajakan berkisar di harga antara Rp 10 ribu hingga Rp 40 ribu, tergantung ukuran yang diinginkan pembeli. Dari sana, Been setidaknya akan mengantongi omzet sekitar Rp 1 juta atau lebih per harinya.
Seorang pria berjalan melintas di depan penjual bendera di kawasan Jatinegara, Jakarta, Selasa (10/8/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Artinya setidaknya ia bakal membawa pulang uang antara Rp 17 juta hingga 20 juta di bulan Agustus tiap tahunnya. Itu akan dikurangi Rp 750 ribu untuk biaya kos atau kontrakan dan Rp 1 juta untuk biaya hidup.
Bagi Been, itu rezeki yang besarnya dua sampai tiga kali lipat dari penghasilan hari-hari di luar peringatan kemerdekaan. Hari-hari biasa, ia akan kembali lagi menjadi pedagang buah, sebagaimana profesi yang dilakoni kebanyakan orang Cirebon.
Been mengakui bahwa dua tahun ini merupakan tahun terberat semenjak kurang lebih 22 tahun dia menjadi penjual bendera dadakan. Kendati begitu, walaupun di tengah wabah, tetap ada yang membeli bendera.
ADVERTISEMENT
Omzet yang tadinya biasanya bisa lebih dari Rp 1 juta sehari, di tahun ini hanya berkisar antara Rp 600 ribu sampai 800 ribu.
Baginya penghasilan tambahan ini merupakan momentum yang sayang dilewatkan. Sebab dari sanalah dia sangat terbantu menyekolahkan dua orang anak, salah satunya tengah berkuliah di kampus swasta di bilangan Jakarta.
"Anak pertama saya laki-laki, sekarang sudah kuliah di kawasan Cempaka Putih. Yang perempuan masih di bangku SMA. Ya dari sini (berjualan bendera) biayanya bisa ditambal," tutur Been.
Ia masih ingat betul, kenangan di mana omzet paling banyak berhasil ia raup. Meski tak mengingat secara pasti tahunnya, kata Been, kala itu peringatan hari kemerdekaan bertepatan dengan baru menjabatnya Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu paling laris sih, sehari paling enggak bisa Rp 1,2 juta sampai Rp 1,5 juta. Bu Mega baru naik itu pas-pas sama 17 Agustusan," pungkas Been.
Saat berbincang dengan kumparan, itu adalah hari terakhir Been bakal menetap di Jakarta. Sisa dagangan akan ia bawa kembali pulang, sambil berharap tahun depan masih bisa berjualan sang saka. Tentunya dengan harapan berdagang tidak dalam kondisi pandemi COVID-19 yang masih merebak.
"Ini hari terakhir sih. Tahun depan insyaallah jualan, kalau bisa sudah enggak COVID-19 lagi," tuturnya.