IEEFA Sebut Pendanaan Transisi Energi di Indonesia Hadapi Persoalan Tata Kelola

14 Desember 2022 20:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mencatat, Indonesia setidaknya memiliki lima skema pendanaan transisi energi yang akan berjalan dalam waktu dekat ini, termasuk Just Energy Transition Partnership (JETP) yang disepakati dalam G20 di Bali.
ADVERTISEMENT
Menurut IEEFA sejumlah langkah perlu dilakukan oleh pemerintah, agar manfaat dari pendanaan transisi energi ini dapat diperoleh Indonesia. Langkah pertama dengan menyiapkan kerangka kebijakan yang tepat.
Laporan IEEFA yang bertajuk “Navigating the Many Faces of Indonesia's Energy Transition Schemes” merinci lima skema pendanaan transisi energi Indonesia. Tiga skema dengan dukungan internasional, yakni Climate Investment Fund senilai USD 500 juta untuk percepatan transisi batu bara, JETP Indonesia USD 20 miliar, dan ETM Country Platform (ETMCP) Indonesia yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur.
Sementara dua lainnya adalah proposal transisi energi PT PLN (Persero) dan skema transisi energi yang dipimpin Indonesian Investment Authority (INA).
Energy Finance Analyst IEEFA, Elrika Hamdi mengatakan, berbagai mekanisme pendanaan transisi energi yang dimiliki Indonesia membuktikan bahwa tidak ada satu solusi universal yang dapat menyelesaikan semua permasalahan transisi energi. Meski demikian, dia menekankan, penetapan kerangka kebijakan yang disiapkan dengan baik dan konsisten demi tata kelola yang baik, transparansi, dan akuntabilitas, perlu dilakukan sekarang juga.
ADVERTISEMENT
“Semua ini demi memberikan nilai terbaik bagi investor, negara, dan planet kita," imbuhnya.
Dalam menyiapkan kerangka kebijakan ini, pemerintah perlu memperbaiki sektor terbarukan dari aspek teknis, finansial, dan sumber daya manusia. Salah satu contohnya yakni dengan melakukan pembukaan data dan analisis secara besar-besaran ke publik untuk membangun kepercayaan pihak terkait.
Selain itu, menghentikan pengoperasian PLTU batu bara yang sudah tidak ekonomis demi berpihak pada energi terbarukan dan solusi penyimpanan daya yang hemat biaya untuk meningkatkan efisiensi jaringan.
Kedua, PLN perlu mengoptimalkan sistem kelistrikannya, yakni meningkatkan ketahanan sistem untuk mengurangi risiko pembayaran dan mendukung jaringan yang paling hemat biaya. Sistem yang tangguh dapat mengintegrasikan fasilitas penyimpanan daya, mengelola variabilitas, dan merespons kebutuhan listrik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sistem ini juga mampu mengurangi risiko pemangkasan produksi listrik guna menjaga keseimbangan jaringan yang biasanya harus dilakukan lantaran sifat intermitensi energi terbarukan. Menurut Elrika, hal ini berarti risiko pembayaran yang lebih rendah bagi pemberi pinjaman, yang berpotensi menurunkan biaya utang.
Peluncuran ETM Country Platform di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). Foto: Kementerian ESDM
Langkah ketiga, Indonesia perlu menjalankan uji coba untuk membuka pendanaan hijau melalui teknologi baru dan efisien, seperti jaringan pintar (smart grid), fasilitas penyimpanan daya, dan e-mobility. Jaringan Jawa-Bali PLN yang kelebihan pasokan menjadi peluang besar bagi uji coba pembangkit energi terbarukan hingga pengelolaan permintaan.
“Namun, tidak ada timeline yang jelas bagi pengadaan proyek energi terbarukan dan penyimpanan daya, isu lama yang telah ditunggu-tunggu investor swasta. Secara historis, lelang dan negosiasi dengan PLN membutuhkan waktu dan kesabaran, yang mana ini tidak menarik bagi investor," tutur Elrika.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, langkah keempat, yaitu penyelarasan, memegang peran penting. Untuk membangun kepercayaan pasar, Indonesia harus mencocokkan ekspektasi dan rencana yang disusun dengan permintaan investor. Hal ini akan membuka peluang bagi investor untuk mengurangi risiko investasinya. Penggunaan dana transisi dengan bijak juga perlu menjadi prioritas utama.
Laporan IEEFA juga memuat sejumlah poin yang harus dipantau pemerintah. Beberapa di antaranya yakni struktur tata kelola yang baik guna mengantisipasi risiko politik dan implementasi di luar prediksi, proses seleksi pensiun dini PLTU dan pengadaan energi terbarukan yang inklusif dan transparan, rincian terkait struktur pinjaman dan modalitas, serta pelaksanaan kredit emisi.
“Mempertimbangkan bahwa penghasilan kredit karbon diharapkan memberikan kontribusi signifikan pada ETMCP, dan tujuan akhir dari seluruh skema adalah pengurangan emisi, pelaksanaan dan pendekatan yang diambil terkait penghitungan karbon menjadi sangat penting untuk diperhatikan,” kata Elrika.
ADVERTISEMENT
Elrika menambahkan, rencana transisi energi berarti menghentikan sumber-sumber bahan bakar fosil dan berinvestasi di pembangkit energi terbarukan, penyimpanan energi, dan sistem distribusi dengan anggaran minimal dan jangka waktu singkat.
“Transisi energi Indonesia berarti membebaskan kapasitas jaringan dan modal untuk beralih ke teknologi baru dan merekayasa kembali sistem kelistrikan pada jangka panjang,” pungkasnya.