IHSG Lagi Merana, Ini Deretan Investasi yang Tetap Cerah

16 Februari 2025 15:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refleksi layar menampilkan pergerakan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (14/12/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Refleksi layar menampilkan pergerakan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (14/12/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Edho sudah terbiasa menyisihkan rupiah yang dimilikinya untuk investasi membeli Surat Berharga Negara (SBN). Dia semakin semringah saat mengetahui portofolio investasinya itu masih cuan, di tengah kabar menurunnya kinerja investasi di pasar modal.
ADVERTISEMENT
Pekerja swasta di Jakarta ini selalu membeli SBN yang memiliki tawaran imbal hasil yang menarik, dengan nominal jumbo. Misalnya, selama 2 tahun ini, dia sudah menaruh hingga Rp 300 juta di sebuah SBN dengan bunga sekitar 4 sampai 5 persen.
"Buat nabung jangka panjang, karena emang kan enggak kaya saham, enggak naik turun, terus pasti dibayar dan bunganya lebih gede dibanding deposito, cuma lama aja karena kan jangka panjang," jelasnya kepada kumparan, Minggu (16/2).
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal 2025 memang lesu. Pada 2 Januari 2025 yang merupakan hari pertama perdagangan bursa tahun ini, IHSG berada di level 7.163,20 pada penutupan.
Sementara, per Jumat (14/2), IHSG merosot di level 6.638,46. IHSG telah anjlok 524,74 poin atau 7,33 persen dari sejak awal 2025 sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, Edho menilai investasi di SBN lebih jelas karena lebih mudah memperkirakan imbal hasil yang didapat, sehingga dia menyebut portofolionya ini sebagai tabungan masa depan.
Hanya saja, dia berpendapat sifat SBN yang jangka panjang ini juga bisa menjadi sebuah kerugian, karena tidak mudah dicairkan ketika sewaktu-waktu dibutuhkan mendesak.
"Kita punya tabungan di masa depan yang kita tahu perkiraan imbal hasilnya berapa, pasti dibayar dan bunga lebih gede, tapi ya lama aja jangka waktunya," kata Edho.
Ilustrasi emas. Foto: Shutterstock
Tak hanya investor SBN, seorang pekerja swasta di Jakarta Selatan, Hedi, juga bernapas lega karena nilai portofolio investasinya malah sedang melesat tinggi. Ya, Hedi sudah rutin menabung emas sejak memiliki pendapatan tetap.
"Karena emas lebih stabil dan untuk jangka panjang, karena aku belum memahami tentang IHSG dan saham. Jadi aku pakai emas yang menurutku paling menarik untuk saat ini," kata Hedi.
ADVERTISEMENT
Hedi mengatakan, selama 5-10 tahun ke belakang, harga emas semakin melesat. Apalagi akhir-akhir ini, harga emas bahkan sudah menembus Rp 1,7 juta per gram. Sehingga, kata Hedi, keuntungan investasi di komoditas emas jauh lebih stabil daripada saham.
Senada, pekerja swasta di Jakarta lainnya, Niki, juga berpendapat investasi emas yang merupakan safe haven memang lebih aman, stabil, dan tidak terlalu rumit dibandingkan saham.
Niki menilai investasi emas juga lebih likuid karena jika ingin uang tunai, investor bisa menjual emasnya kapan saja dan di mana saja. Namun, jika ingin dapat keuntungan lebih besar, investor disarankan menyimpan emas dalam jangka waktu panjang.
"Bahkan kalau IHSG naik pun, harga emas menurut aku cenderung stabil. Rasanya lebih tenang aja investasi emas, intinya mesti sabar kalau investasi emas," ungkap Niki.
ADVERTISEMENT
Niki sudah mulai membeli emas sejak memiliki pendapatan tetap sekitar tahun 2014, yang waktu itu harga emas masih dibanderol Rp 500 ribu per gram. Selanjutnya, dia rutin membeli emas satu gram setiap bulannya untuk kemudian disimpan di brankas pribadi atau dititipkan di brankas PT Antam.
Namun, saat ini dia sudah tidak terlalu konsisten membeli emas karena dananya membiayai kebutuhan lain, seperti cicilan KPR hingga biaya kuliah.
"Buat orang yang cukup malas lihat perkembangan berita dan gejolak global, investasi emas lebih menguntungkan. Enggak usah kita utak-atik, diemin aja, nilainya juga naik," tutur Niki.
Untuk menambah portofolio investasi jangka panjang dengan keuntungan stabil, Niki juga menyimpan pundi-pundi uangnya di SBN ritel, sukuk, dan deposito.
ADVERTISEMENT

Untung Rugi Investasi SBN dan Emas

Andy Nugroho. Foto: Dok. Pribadi
Perencana keuangan Andy Nugroho menilai minat atas instrumen investasi dengan tingkat risiko menengah alias moderat akan terus meningkat, seiring dengan semakin banyak anak muda terjun ke dunia investasi pasar modal.
Andy mengatakan pada 2025, kondisi geopolitik dan ekonomi dunia tidak menentu dan semakin meluas. Salah satu instrumen yang diproyeksi akan banyak dipilih adalah Surat Utang Negara (SUN) dan SBSN atau sukuk negara karena risikonya yang relatif aman.
“Contoh produknya adalah seperti Surat Utang Negara baik ORI maupun Sukuk ritel mengingat risikonya yang relatif aman dan imbal hasil yang masih lebih tinggi dari bunga deposito,” kata Andy kepada kumparan.
Pengamat Investasi Ibrahim Assuaibi menjelaskan investasi obligasi menjadi alternatif paling aman dibandingkan jenis investasi lain. Sebab sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan dan dijamin pembayarannya oleh APBN. Imbal hasilnya juga besar, bisa menyentuh 6 persen, dengan bunga yang dibayarkan setiap bulan.
ADVERTISEMENT
Ibrahim menilai investasi aman selanjutnya adalah deposito, tetapi imbal hasilnya lebih rendah daripada obligasi. Meskipun aman, kata dia, deposito ternyata ada risikonya. Sebab, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) maksimal hanya menjamin deposito Rp 2 miliar, sehingga investor lebih terbatas menyimpan uangnya.
"SBN ya itu enggak ada risiko, karena diatur dalam undang-undang, sebelum pemerintah melelang obligasi sudah melalui rangkaian, melalui rancangan APBN, kemudian dari pemerintah dibawa ke DPR. Kalau deposito ada risiko, tetapi ya dibatasi yang dijamin oleh pemerintah itu Rp 2 miliar," jelas Ibrahim.
Kemudian investasi aman namun berisiko lainnya yakni emas atau logam mulia. Ibrahim mengatakan harga emas masih bisa bergejolak mengikuti tren perekonomian dunia, meski tidak sefluktuatif saham.
"Kalau di logam mulia pada saat harga emas turun, ya memang berisiko, pasti harganya akan turun, lama untuk BEP (balik modal). Tapi kan ada produknya, ada barangnya, ada emas perhiasannya, dan itu dipakai oleh masyarakat," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, Ibrahim menyoroti investasi emas saat ini semakin menarik dengan kehadiran bank emas atau bullion bank di Indonesia. Masyarakat bisa menabung emas ketika risiko investasinya meningkat.
"Produk-produk bullion bank, ada tabungan emas dan deposito emas, ini sebenarnya cukup menarik, karena emas itu kan selalu di atas inflasi, pada saat inflasi tinggi alternatif paling bagus untuk melakukan investasi yaitu di logam mulia atau emas perhiasan," tutur Ibrahim.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sementara itu, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ahmad Nasrullah, mengungkapkan bank emas bisa menjadi opsi bagi masyarakat untuk menyimpan emas sebagai aset. Menurutnya, salah satu keuntungan menabung di bank emas adalah bisa mendapatkan bunga.
ADVERTISEMENT
Nasrullah menuturkan daripada emas disimpan sebagai benda mati, lebih baik disimpan di bank emas dengan konsep seperti menyimpan dana di bank. Artinya, nantinya akan menghasilkan bunga tertentu.
“Jadi konsep bulion, emas-emas yang ada di masyarakat, ketimbang kita naruh emas di lemari gitu, mending nanti disimpan ke bank bullion. Jadi konsepnya sama, seperti kita simpan duit di bank, ini kita simpan dalam bentuk tabungan emas, nanti dapat bunga,” kata Nasrullah dalam konferensi pers Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion secara virtual, Senin (9/12).
Perusahaan gadai pelat merah PT Pegadaian telah resmi mendapatkan izin untuk menyelenggarakan usaha bullion atau bank emas pertama di Indonesia, melalui surat Nomor S-325/PL.02/2024 tanggal 23 Desember 2024.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bisnis bank emas juga akan dijalankan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), setelah izin usaha untuk BSI diterbitkan oleh OJK pada Rabu (12/2) untuk produk Perdagangan Emas dan Penitipan Emas.