Impor Tekstil Banjiri Pasar RI, Naik 9,76 Persen hingga November 2024

26 Desember 2024 13:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baju bekas impor yang dijual di Pasar Senen, Minggu (19/3). Foto: Nabil Jahja/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Baju bekas impor yang dijual di Pasar Senen, Minggu (19/3). Foto: Nabil Jahja/kumparan
ADVERTISEMENT
Industri Tekstil dan produk Tekstil (TPT) dalam negeri masih menghadapi permasalahan banjirnya produk impor yang memicu banyaknya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat penurunan produksi (utilitas) yang mencapai 45 persen.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri TPT Indonesia mengimpor produk TPT sebanyak 1,96 juta ton pada Januari hingga November 2024, atau lebih tinggi dibanding periode sama pada tahun sebelumnya sebanyak 1,79 juta ton.
Nilai, impor TPT pada Januari-November 2024 juga lebih tinggi 5,84 persen menjadi USD 8,07 miliar dibandingkan nilai impor pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 7,63 miliar.
Secara rinci, impor TPT pada Januari-November 2024 lebih banyak diisi oleh filamen buatan dengan kode Harmonized System (HS) 54 yang sebesar 602,26 ribu ton. Lalu disusul dengan impor kapas HS 52 yang sebesar 464,38 ribu ton.
Baju Impor Bekas di Plaza Kalibata Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Sementara, impor pakaian jadi yang terdiri dari pakaian dan aksesorinya (rajutan) HS 61, pakaian dan aksesorinya (bukan rajutan) HS 62 serta barang tekstil jadi lainnya HS 63 masing-masing sebanyak 18,20 ribu ton, 15,41 ribu ton, dan 41,84 ribu ton.
ADVERTISEMENT
Sepanjang periode Januari-November 2024 Indonesia mengeskpor TPT sebanyak 1,77 juta ton dengan nilai USD 10,83 miliar. Sebagai gambaran, berdasarkan data Kemendag, ekspor TPT sepanjang Januari-Desember 2023 sebesar USD 11,63 miliar.
"Dengan negara tujuan ekspor utama, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, RRT, dan Jerman," tulis laporan Kemendag.
Pelaku Usaha Akui Banjir Impor
Kondisi pabrik tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Foto: Kementerian Koperasi dan UKM
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menuturkan saat ini industri tekstil memang tengah mengalami pertumbuhan kinerja, hanya saja konsumsi masih didominasi produk impor.
“Konsumsi didominasi oleh produk impor jadi tidak mendorong secara riil di industrinya, maka meskipun datanya tumbuh positif, secara nasional utilisasi industri TPT masih sekitar 45 persen,” kata Redma kepada kumparan, dikutip Minggu (15/12).
ADVERTISEMENT
Dia membeberkan pada kuartal III 2024, industri TPT tumbuh positif untuk pertama kalinya setelah dua kuartal pada 2024 mengalami kinerja negatif. Meski demikian, hal ini belum bisa memulihkan kinerja industri TPT. Menurutnya, ada geliat konsumsi produk tekstil lokal pada kuartal ini.
“Kalau menurut data memang di kuartal III ada pertumbuhan, tapi pertumbuhan ini belum cukup dinilai sebagai pemulihan karena 6 kuartal sebelumnya kita tumbuh negatif. Kuartal III ini TPT tumbuh 7,43 persen,” jelas Redma.
Redma menegaskan permasalahan banjir produk impor masih menjadi tantangan kinerja industri TPT. Bahkan, masih terus berlanjut sampai 2025 jika pemerintah tidak mengambil tindakan.
Terlebih, menurut dia, industri TPT dalam negeri tidak lagi bisa mengandalkan pasar ekspor yang akan semakin lesu setelah Donald Trump kembali menduduki Gedung Putih AS. Redma melihat akan ada pengetatan impor di negara adidaya tersebut.
ADVERTISEMENT