Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
INDEF: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4-6 Persen di Kuartal III Masih Realistis
2 Oktober 2022 20:43 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi ) mengatakan, kondisi ekonomi nasional saat ini cukup baik, meskipun dunia diterpa krisis global. Bahkan ia memprediksi di kuartal III 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bisa mencapai 6 persen.
ADVERTISEMENT
Menurut Presiden, ekonomi Indonesia telah pulih dari dampak COVID-19, dan jika dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam G20, Indonesia termasuk salah satu yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi. Ia menyatakan pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah tumbuh 5,44 persen,
“Coba cari negara G20 yang tumbuh di atas 5 (persen). Kita ini tertinggi di negara-negara G20," sebut Jokowi di Grand Ballroom Kempinski, Kamis (29/9).
"Perkiraan saya ekonomi tumbuh di kuartal III 5,4 hingga 6 persen," ujarnya.
Target Presiden Masih Realistis
Merespons pada prediksi ini, ekonom INDEF Dzulfian Syafrian mengatakan, nilai pertumbuhan yang disebut Jokowi masih realistis, apalagi mengingat dalam kuartal III di mana kondisi keuangan masyarakat mulai bangkit kembali, sehingga daya beli mereka akan kembali stabil.
ADVERTISEMENT
“Dalam kondisi business as usual, biasanya memang kuartal III itu momen ekonomi bisa pulih, karena dalam kuartal II yaitu Juni-Juli orang akan banyak pengeluaran, seperti anak sekolah misalnya, jadi mereka saving saat itu tidak banyak konsumsi. Tapi begitu masuk kuartal III, biasanya masyarakat akan bounce back lagi, mulai beli barang seperti biasa, itu bisa jadi faktor peningkatan ekonomi,” tutur Dzulfian dalam wawancara dengan kumparan, Minggu (2/10).
Namun, Dzulfian menggarisbawahi bahwa secara ekonomi Indonesia secara keseluruhan memang sedang dalam kondisi menurun imbas dari konflik geopolitik Rusia-Ukraina. Hal ini sangat sulit diatasi karena faktor terbesarnya bersifat eksternal.
“Risiko utamanya di ekonomi global. Negara-negara maju itu mereka masih bergantung kepada pasokan energi Rusia, sementara Russia masih bersitegang dengan Uni Eropa. Ini pengaruh ke kita juga, karena sebagai negara yang impor [BBM] dari Rusia, kita juga pasokannya terganggu,” sebut Dzulfian.
ADVERTISEMENT
Dzulfian kemudian menjelaskan mengapa Indonesia performa pertumbuhan ekonomi-nya lebih baik dibandingkan negara-negara G20 lainnya seperti Inggris. Menurutnya, sebagai negara yang perdagangan internasionalnya tidak setinggi negara-negara maju, dampak konflik geopolitik Rusia-Ukraina terhadap Indonesia secara signifikan lebih kecil
“Ketika dunia sedang jatuh, seluruh negara tanpa terkecuali ekonominya turun. Tapi magnitude-nya beda-beda, Indonesia termasuk yang minim, nggak separah mereka yang bergantung sama perdagangan internasional,” tuturnya.