Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Indef: Utang Jatuh Tempo Rp 800 Triliun di 2025 Diprediksi Bisa Makin Bengkak
4 Juli 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Direktur Program Indef, Eisha M Rochbini mengatakan, pemerintah perlu waspada dengan kebijakan baru dengan anggaran jumbo yang bisa menambah beban ruang fiskal. Sehingga bisa menimbulkan utang baru lagi.
“Dengan utang jatuh tempo, yang kemudian nanti pasti akan memberikan dampak terhadap selisih antara pendapatannya. Kalau pendapatannya tetap atau turun, justru jadinya defisitnya akan besar. Pembiayaan lewat mana? ditutup lagi, bisa jadi lewat utang baru lagi,” ujar Eisha dalam Diskusi Publik Indef di Tjikini Lima Jakarta, Kamis (4/7).
Rasio utang Indonesia saat ini berkisar 38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Profil utang pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat.
“Ada anggapan kenapa enggak sampai 60 persen (utang terhadap PDB)? Kenapa enggak dimaksimalkan saja? Ini sebenarnya bahaya. Kenapa? Kalau kita berutang ke depan harus bisa dikembalikan,” ungkapnya.
Pemerintah menargetkan defisit APBN sebesar 2,8 persen pada 2025. Hal ini perlu diwaspadai seiring sentimen ketidakpastian ekonomi global bisa mempersempit ruang fiskal.
ADVERTISEMENT
“Kalau utangnya pun akan melebar ke depan tambah lagi pembayaran utang jatuh tempo. Ke depan kita melihat akan melebar tren (utang) akan terus peningkatan. Nah jadi ya gali lubang untuk lubang lain,” terang Eisha.
Menurut Eisha, kualitas belanja APBN perlu memberikan dampak pada sektor produktif pada ekonomi sehingga mendorong penerimaan negara.
“Kalau tidak berarti memberi beban fiskal ke generasi ke depan, kapasitas untuk lebih maju lagi ruang geraknya akan sedikit. Ini kira-kira menjadi isu utama," lanjutnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat profil jatuh tempo utang pemerintah pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri dari jatuh tempo SBN senilai Rp 705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp 94,83 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut besaran utang jatuh tempo pada 2025 senilai Rp 800 triliun tidak menjadi masalah selama APBN dapat dikelola dengan baik.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada pokok yang jatuh tempo, risiko yang dihadapi oleh suatu negara bukan pada magnitude-nya tapi apakah kemampuan negara tersebut melakukan revolving yang dianggap fair, menjadi salah satu bentuk risiko,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI di Gedung DPR, Kamis (6/6).
“Jadi kalau negara ini tetap kredibel, APBN-nya baik, kondisi ekonominya baik, kondisi politiknya stabil maka revolving itu sudah hampir dipastikan risikonya kecil,” tambahnya.