Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Industri Belum Mapan, Jokowi Diminta Jangan Buru-buru Larang Ekspor Pasir Kuarsa
30 Juli 2023 20:51 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Wacana larangan ekspor pasir kuarsa atau silika mengemuka dari pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia . Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk turunan komoditas tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, menilai kebijakan itu tidak salah, namun harus dipastikan industri di dalam negeri siap terlebih dahulu untuk bisa menyerap pasir kuarsa yang tidak bisa diekspor.
Menurutnya, sumber daya cadangan pasir silika di dalam negeri sangat banyak dan tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia, bahkan negara lain juga memiliki sumber daya tersebut. Hal ini karena secara geologis, kuarsa (SiO2) merupakan unsur utama pembentuk kulit bumi.
"Apabila pabrik atau smelter sudah terbangun di Indonesia, maka pemerintah bisa menerapkan pola DMO (domestic market obligation) seperti yang diterapkan di batu bara agar kebutuhan dalam negeri bisa dijamin," jelas Rizal kepada kumparan, Minggu (30/7).
Rizal melanjutkan, di Indonesia sendiri pasir kuarsa sudah diproses untuk menghasilkan berbagai produk seperti gelas, kaca , kosmetik, pasta gigi, keramik, konstruksi, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
"Kami mendorong upaya pemerintah dan swasta untuk membangun industri pengolahan pasir kuarsa/silika di dalam negeri karena bisa mendukung industri seperti pembuatan solar panel, dan industri lainnya," tuturnya.
Sementara itu, Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) meminta pemerintah tidak terburu-buru melarang ekspor pasir kuarsa. Sebab, hanya akan menguntungkan negara produsen lain yang selama ini terganggu pasarnya karena keberhasilan Indonesia menjadi pemain pasir kuarsa dunia dalam tiga tahun terakhir.
“Jangan terburu-buru memutuskan pelarangan ekspor pasir kuarsa ini, karena Indonesia bukan produsen utama pasir kuarsa dunia. Jadi, kalau pelarangan ekspor ini dilakukan, ya negara produsen lain yang diuntungkan,” tegas Ketua Umum HIPKI, Ady Indra Pawennari, melalui keterangan resmi dikutip Minggu (30/7)
Menurut Ady, produksi dan ekspor pasir kuarsa Indonesia hampir tidak berpengaruh pada perkembangan industri panel surya dunia saat ini karena Indonesia baru melakukan ekspor pasir kuarsa pada awal 2020. Sementara industri panel surya global sudah berkembang jauh sebelum itu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, produksi pasir kuarsa Indonesia adalah sebesar 1,87 juta meter kubik atau setara dengan 4,675 juta ton dengan berat jenis 2,5 ton/m3. Sementara yang diekspor hanya 744,392 ribu ton atau hanya sekitar 15,9 persen dari total produksi.
Kemudian, pada tahun 2021 ekspor pasir kuarsa Indonesia sebesar 1.198.252 ton atau hanya sekitar 3,48 persen dari total nilai ekspor pasir kuarsa dunia yang didominasi oleh AS sebesar 31,2 persen, Australia 12,2 persen, dan Belgia 7,45 persen.
Data tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia berada di luar dari 10 besar produsen pasir kuarsa dunia, dengan produksi jauh lebih kecil dibanding AS, Australia, Belanda, India, Turki, Prancis, Italia, Bulgaria, Spanyol, Polandia, Kanada, Inggris bahkan Malaysia, Argentina, dan Meksiko.
Ady menilai, daripada terburu-buru melarang ekspor, sebaiknya pemerintah menempuh strategi hilirisasi dengan mempercepat perbaikan iklim usaha, seperti memastikan kemudahan perizinan, mendorong transparansi dan akuntabilitas, termasuk pemberantasan korupsi untuk semua sektor yang terkait dengan investasi sumber daya mineral.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mendorong percepatan pertumbuhan industri dalam negeri yang menggunakan pasir kuarsa, termasuk industri microchip dan panel surya yang sangat strategis, sehingga pasar domestik pasir kuarsa kualitas tinggi Indonesia menjadi lebih terbuka. Hal ini juga akan mempercepat proses alih teknologi.
“Sebagian besar pemilik konsesi pasir kuarsa orang daerah yang sangat terbatas dengan akses-akses tersebut. Dengan demikian, potensi pasir kuarsa di Indonesia semakin terekspos dan tahapan hilirisasi dapat dioptimalkan dengan baik,” katanya.
“Lalu, pertanyaannya, adilkah kita semerta-merta berpikir untuk melarang ekspor pasir kuarsa yang masih seumur jagung dan umumnya dikelola oleh pengusaha daerah dalam skala kecil-menengah, dan tanpa insentif apa-apa?” sambung Ady.
Sebelumnya, Bahlil membeberkan pemerintah memiliki opsi melarang ekspor pasir kuarsa guna meningkatkan nilai tambah. Dirinya tak peduli jika larangan ekspor pasir kuarsa ini diprotes negara lain.
ADVERTISEMENT
"Kita ingin pasir kuarsa ini juga dikelola dan tidak menutup kemungkinan ke depan kita juga mempertimbangkan untuk kita larang ekspor juga," kata Bahlil kepada awak media di kantornya, Jumat (21/7).
Hal ini juga seiring dengan salah satu produsen kaca dan solar panel terbesar di dunia, Xinyi Group, yang akan membangun pabrik di Rempang, Batam. Pabrik yang dibangun disebut sebagai pabrik terbesar di dunia.