Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pencabutan peluang investasi baru industri minuman keras, dilakukan Jokowi setelah menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak. Seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta ormas Islam termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Selain itu, Pemprov Papua yang dalam Perpres itu masuk sebagai wilayah terbuka bagi investasi industri minuman keras, juga mengungkapkan penolakan. Pasalnya, di wilayah itu terdapat Perda yang melarang peredaran minuman keras.
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi dalam keterangan resmi, Selasa (2/3).
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 mengatur soal Bidang Usaha dengan Persyaratan Tertentu. Ada 46 bidang usaha yang terbuka bagi investasi , dengan persyaratan tertentu. Investasi industri minuman keras misalnya, diizinkan di 4 provinsi yakni Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua.
Hal itu tertera di nomor 31, 32, dan 33 lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021, sebelum dicabut Jokowi .
Tapi di luar investasi industri minuman keras, pada nomor 44 dan 45 lampiran Perpres tersebut, juga ada diatur soal perdagangan eceran minuman keras beralkohol. Pada nomor 44, disebutkan perdagangan eceran minuman keras beralkohol dilakukan melalui jaringan distribusi dan tempat khusus.
Sedangkan pada nomor 45, mengatur secara spesifik perdagangan eceran minuman keras beralkohol di kaki lima.
ADVERTISEMENT