Jokowi Naikkan Setoran Batu Bara, Pengusaha Ngeluh Bakal Susah Genjot Investasi

18 April 2022 18:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (24/11/2021). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (24/11/2021). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Melambungnya harga batu bara global membuat pemerintah menaikkan setoran komoditas ini ke pengusaha lokal. Setoran yang disesuaikan mencakup pajak, royalti produksi dari pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam lima layer.
ADVERTISEMENT
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara yang diteken Presiden Jokowi pada 11 April 2022.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai, setoran baru ini akan menyulitkan pengusaha batu bara terutama dalam melakukan efisiensi operasional produksi. Apalagi sebagian besar dari produksi batubara nasional dihasilkan dari tambang-tambang yang usianya sudah cukup tua, cadangannya makin dalam.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, ketika cadangan makin dalam, sehingga beban biaya operasi semakin tinggi. Kenaikan biaya operasi juga semakin dirasakan dengan naikknya biaya bahan bakar, alat berat, dan lainnya.
"Dengan akan semakin tingginya tarif royalti ditambah beban tarif perpajakan lainnya termasuk ke depannya tambahan dari Pajak Karbon, maka kondisi ini dapat menyulitkan perusahaan untuk berinvestasi di tengah era transisi energi," kata dia kepada kumparan, Senin (18/4).
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Hendra memandang, keputusan pemerintah yang berlaku hari ini bisa berpengaruh terhadap rencana investasi untuk peningkatan nilai tambah batubara. Belum lagi, aspek keekonomian batu bara masih sulit karena teknologi terhitung mahal. Selain itu, akses terhadap pendanaan untuk investasi berbasis batubara juga semakin berkurang.
ADVERTISEMENT
"Kondisi ke depannya tentu akan semakin menyulitkan pelaku usaha terutama jika kondisi harga komoditas terkoreksi di tengah makin kuatnya tekanan terhadap komoditas batu bara," lanjutnya.
Untuk pungutan berupa Penerimaan Hasil Tambang untuk kegiatan peningkatan nilai tambah yang kemungkinan masih dikenakan royalti sekitar 14 persen akan mempersulit mewujudkan rencana proyek peningkatan nilai tambah, karena keekonomiannya menjadi lebih menantang.
Dia menuturkan, pembahasan atas draf PP ini sebelumnya sejak 2018 APBI telah dilibatkan dan kami aktif memberikan masukan konstruktif kepada Pemerintah. APBI juga berharap agar dapat diadakan sosialisasi bagi pelaku usaha untuk dapat lebih memahami implementasi dari PP tersebut.
Sebagai asosiasi, APBI menyadari keinginan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui PP tersebut. Di sisi lain, APBI juga ingin pemerintah memberikan keringanan berupa insentif agar bisa menggenjot investasi. Namun, Hendra tidak mendetailkan apa saja insentif yang diminta.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu kami beraharap pemerintah dapat memberikan insentif bagi pelaku usaha agar bisa survive berinvestasi di era transisi energi dan tantangan yang lebih besar ke depannya," ujar dia.
****
Ikuti giveaway kumparanBISNIS dan dapatkan hadiah saldo digital total Rp 1,5 Juta, klik di sini. Kegiatan giveaway ini terbatas waktunya, ayo segera gabung!