Jokowi Soroti Impor Baja yang Picu Defisit Neraca Perdagangan

12 Februari 2020 12:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi di ratas persiapan Asian Games Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi di ratas persiapan Asian Games Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menyoroti tingginya impor baja. Impor tersebut menjadi penyumbang terbesar ke-3 terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar USD 3,2 miliar sepanjang Januari-Desember 2019.
ADVERTISEMENT
"Impor baja sudah masuk ke peringkat 3 besar impor negara kita. Ini tentu saja menjadi salah satu sumber utama defisit," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/2).
Jokowi menyoroti keputusan impor baja. Menurutnya, pabrik baja lokal sudah bisa memproduksi, tapi impor tetap dibuka. Kondisi tersebut sempat dikeluhkan juga oleh asosiasi dan BUMN produsen baja lokal, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Serbuan baja-baja impor yang mayoritas datang dari China didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.
"Ini tidak dapat kita biarkan terus. Kita perlu mendorong industri baja dan besi makin kompetitif, produksinya makin optimal," tambahnya.
Maka dari itu, Jokowi akan mendorong perbaikan manajemen di industri baja pelat merah, termasuk pembaruan pabrik baja. Di saat bersamaan, pemerintah akan memikirkan pasokan bahan baku baja dalam negeri yang juga dikeluhkan oleh produsen lokal.
ADVERTISEMENT
"Laporan yang saya terima, industri baja dan besi terkendala oleh bahan baku yang masih kurang," terangnya.
Jokowi juga memerintahkan tiga hal utama yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri baja dan besi Indonesia.
Pertama, Jokowi meminta perbaikan ekosistem penyediaan bahan baku industri baja dan besi, mulai dari ketersediaan dan kestabilan harga bahan baku hingga komponen harga gas. Gas dipandang penting untuk mendukung pemrosesan bahan baku baja.
Lanjut Jokowi, bahan baku dari hasil tambang nasional juga perlu diprioritaskan untuk peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Prioritas ini tak hanya mampu mengurangi impor tetapi juga bisa membuka lapangan kerja baru.
"Saya juga minta dikaji secara cermat, beberapa regulasi yang mengatur mengenai importasi, yang tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, Jokowi mendesak percepatan penentuan harga gas dalam negeri, sehingga mendukung perkembangan industri baja nasional.
"Perpres No 40/2016 yang mengatur mengenai harga gas industri yaitu sebesar 6 USD MMBTU, segera realisasikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," sebutnya.
Terakhir, penerapan standardisasi baja (SNI) juga harus diperketat. Langkah ini diperlukan untuk melindungi industri baja lokal dan konsumen.
"Jangan justru pemberian SNI yang dilakukan secara serampangan hingga tidak dapat membendung impor baja yang berkualitas rendah," tegasnya.