Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie (Anin), mengatakan Kadin akan memperkuat agenda ekspor nasional lewat kunjungan kerja ke AS dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan di Washington DC, Kadin akan menjajaki peluang peningkatan ekspor Indonesia dan mencari mitra dagang baru guna menyeimbangkan neraca perdagangan.
Anin mencatat bahwa Indonesia mencatat surplus sebesar USD 18 miliar terhadap AS, dan salah satu solusi yang sedang dikaji adalah merelokasi impor migas senilai USD 40 miliar untuk mencapai ekuilibrium dagang.
“Kami dengar-dengar sudah ada kurang lebih obatnya. Salah satunya dengan merelokasikan impor migas yang 40 miliar dolar AS,” kata Anin dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (26/4).
Anin berharap Indonesia dapat mendorong terciptanya tarif ekspor yang lebih kompetitif, sekaligus memperjuangkan pengembalian fasilitas GSP (Generalized System of Preferences) ke level yang lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam, yang saat ini mencatat surplus hingga 130 miliar dolar AS.
ADVERTISEMENT
Kadin juga melihat masa jeda 60–90 hari setelah penerapan tarif sebagai peluang penting untuk mendorong ekspor Indonesia. Di sisi lain, Anin mengungkapkan bahwa Amerika Serikat saat ini juga aktif memperluas ekspor komoditasnya ke Indonesia, seperti kedelai, gandum, dan kapas.
Ia menambahkan bahwa baru-baru ini perwakilan Cotton US telah datang ke Indonesia untuk menjajaki peluang penggunaan kapas asal AS dalam industri garmen nasional.
Upaya ini dinilai penting agar produk tekstil Indonesia yang diekspor ke AS bisa mendapatkan tarif lebih rendah, bahkan berpeluang mendapat tarif 0 persen.
"Jadi, yang memikirkan peluang ini bukan hanya kita saja," ujar Anin.
Menurutnya, Indonesia berpeluang menjadi pemenang dalam gelombang kebijakan perdagangan global baru, yang ia sebut sebagai Trump 2.0, setelah sebelumnya Vietnam dan Malaysia lebih unggul dalam periode Trump 1.0.
ADVERTISEMENT
“Memang transisi satu setengah tahun ke depan tidak akan mudah, tapi jika ini adalah transisi untuk naik kelas, maka itu tidak masalah,” ujar Anin.
Maksimalkan Peluang
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri menambahkan bahwa 90 hari masa jeda tarif dari AS merupakan peluang yang harus dimaksimalkan.
"Kita tahu kemarin kan sempat diterapkan 32 persen tarif. Kemudian kembali lagi ke 10 persen. Dan itu menjadi pukul rata untuk mayoritas negara yang tidak bereaksi, dan Indonesia menjadi salah satunya. Namun tidak kalah penting adalah bagaimana kita juga menjaga hubungan dengan mitra dagang kita lainnya. Baik itu Amerika (Serikat) dan juga China," kata Roro.
Ketua Umum DPP ALFI, M. Akbar Djohan, menilai kenaikan tarif AS seharusnya dimanfaatkan sebagai momentum untuk mereformasi tata niaga impor dan meningkatkan efisiensi logistik nasional, baik di level domestik maupun internasional.
ADVERTISEMENT
“Ini adalah golden moment untuk mempercepat proses logistik nasional, agar menjadi tulang punggung kelancaran arus barang ekspor dan impor,” kata Akbar.