Kaleidoskop Minerba 2024: Ormas Dapat Tambang hingga Kecelakaan Smelter Nikel

31 Desember 2024 10:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sejumlah gebrakan di sektor mineral dan batu bara (minerba) terjadi sepanjang tahun 2024, mulai dari kebijakan pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan hingga rampungnya divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
ADVERTISEMENT
Selain itu, di masa transisi pemerintahan ini, ada sederet isu sektor minerba lainnya seperti melonjaknya impor nikel meskipun Indonesia merupakan produsen utama, dan fenomena kebakaran smelter yang masih berulang kali terjadi. Berikut rangkumannya.

Ormas Keagamaan Dapat Konsesi Tambang

Kebijakan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) batu bara kepada ormas keagamaan disetujui Presiden ke-7 Jokowi pada akhir Mei 2024 lalu, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," bunyi pasal 83A ayat (1) beleid tersebut.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan beleid tersebut, lahan yang dialokasikan hanya berupa penciutan lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Setidaknya sudah ada beberapa ormas keagamaan yang mengaku tertarik dan serius ingin mengelola lahan tambang yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah, dan PP Persatuan Islam (Persis).
Sebagai ormas pertama yang sudah memproses IUPK, PBNU dipastikan mendapatkan lahan tambang eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC). Selain KPC, lahan eks PKP2B lain yang tersedia yaitu PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Sementara untuk Muhammadiyah, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sudah menawarkan lahan eks PT Adaro dan PT Arutmin. Hanya saja, hingga kini belum ada keputusan resmi terkait lahan yang diberikan kepada ormas Islam terbesar kedua setelah NU tersebut.
ADVERTISEMENT
Keseriusan Muhammadiyah mengelola tambang terlihat dari pembentukan tim pengelolaan tambang khusus yang diketuai Muhadjir Effendy. Bahkan, Muhammadiyah juga akan membentuk operating company yang nantinya bekerja sama dengan kontraktor atau pihak ketiga lain.

Divestasi Vale Indonesia Rampung

Setelah menempuh perjalanan panjang, Holding Pertambangan BUMN MIND ID resmi menjadi pemegang saham mayoritas PT Vale Indonesia Tbk (INCO). MIND ID kini menguasai 34 persen saham usai Vale Indonesia melepas atau divestasi 14 persen sahamnya.
Power Plant PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Pelepasan saham Vale Indonesia ini menjadi kewajiban karena kontrak karya perusahaan akan habis pada 28 Desember 2025. Perusahaan memiliki konsesi tambang seluas 118.017 hektar di tiga provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Penandatanganan transaksi definitif perjanjian akuisisi saham Vale Indonesia dilakukan pada 26 Februari 2024 lalu. Setelah aksi korporasi tersebut, pemerintah menerbitkan IUPK perusahaan selama 10 tahun, alias berlaku sampai 28 Desember 2035.
ADVERTISEMENT
Untuk mencaplok 14 persen saham Vale Indonesia, MIND ID merogoh kocek USD 300 juta. Nilai ini setara Rp 4,68 triliun dengan kurs Rp 15.630 per dolar AS pada saat itu.

Kebakaran Smelter Nikel dan Tembaga

Kasus kebakaran smelter terus terjadi bahkan di tahun ini. Awal tahun 2024 diwarnai dengan meledaknya tungku smelter nikel terjadi pada Jumat (19/1) milik PT Sulawesi Mining Investment di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah. Akibat kebakaran itu, dua orang pekerja dilarikan ke rumah sakit.
Kemudian pada 14 Oktober 2024, Fasilitas Pemisahan Gas Bersih atau Gas Cleaning Plant di smelter milik PT Freeport Indonesia (PTFI) Gresik, Jawa Timur, terbakar. Padahal, smelter katoda tembaga tersebut belum 1 bulan setelah diresmikan.
ADVERTISEMENT
Smelter ini baru diresmikan Presiden ke-7 Joko Widodo pada Senin, 23 September 2024. Berdiri di lahan 100 hektar, investasi proyek ini senilai Rp 56 triliun. Smelter ini dirancang dengan kapasitas pemurnian 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
Imbas dari fenomena tersebut, Direktur Utama PTFI Tony Wenas mengungkapkan smelter baru akan mencapai produksi penuh di pertengahan 2025. Dia pun berharap pemerintah memberikan PTFI fleksibilitas ekspor konsentrat tembaga hingga smelter itu pulih.
"Ya karena kita kan smelternya terjadi kecelakaan kebakaran, sehingga memang harus berhenti dulu dan kita harus perbaiki dulu itu sehingga memang diperlukan fleksibilitas untuk bisa ekspor di tahun 2025 sampai dengan smelter itu beroperasi kembali," jelasnya usai acara Indonesia Mining Summit 2024, Rabu (4/12).
ADVERTISEMENT

Impor Nikel Indonesia Melonjak, Harga Merosot

Kementerian ESDM membenarkan bahwa Indonesia membutuhkan impor nikel, salah satunya dari Filipina. Padahal, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar sekaligus produsen utama nikel di dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Januari hingga Maret 2024 alias kuartal I 2024, total impor nikel Indonesia mencapai 227.015 metrik ton. Indonesia paling banyak mengimpor nikel dari Filipina, yakni mencapai 217.450 metrik ton pada Maret 2024.
Proses skimming, slag nikel yang masih berbentuk lava ditembak air untuk menjadi butiran pasir di pabrik feronikel Harita Nickel. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Di sisi lain, harga nikel di pasar internasional semakin terpuruk sepanjang tahun 2024. Menjelang akhir tahun, harganya bahkan menyentuh titik terendah dalam 4 tahun. Pada Kamis (19/12), harga nikel berdasarkan London Metal Exchange (LME) berada di USD 15.113 per ton, terendah sejak November 2020.
Tren penurunan harga nikel sekitar 8 persen di tahun ini. Hal itu sebagian disebabkan oleh gelombang pasokan baru yang sebelumnya diharapkan dari Indonesia dan perlambatan penjualan kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT