Kata Erick Thohir soal Freeport Didenda Rp 7 Triliun karena Telat Bikin Smelter

13 Desember 2023 12:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung Kementerian BUMN, Kamis (9/11/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung Kementerian BUMN, Kamis (9/11/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir menanggapi perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas denda keterlambatan smelter yang harus dibayarkan PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar Rp 7 triliun.
ADVERTISEMENT
Erick menuturkan, pembangunan smelter PTFI yang tidak sesuai Kurva S dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tersebut karena pandemi COVID-19 membuat seluruh kegiatan terpaksa dihentikan.
"Itu ada COVID, kan apa yang ada di buku sama di lapangan kan mesti sama persepsinya. Jadi saya bukan membela Freeport, ya itu pada saat COVID itu memang berhenti (pembangunan)," kata Erick saat ditemui di Grha Pertamina, Rabu (13/12).
Erick baru saja bertemu dengan 2 petinggi Freeport McMoran dari Amerika Serikat, Richard Adkerson dan Kathleen Quirk. Mereka mendatangi kantor Erick pada Selasa (12/12) sore.
Erick menjelaskan, pembahasan dengan bos Freeport tersebut seputar pembangunan smelter Freeport yang berada di Gresik. Dia memastikan, tahap kedua dari pembangunan akan rampung pada Mei 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
"Untuk tahap satu, 1-2 hari ini kita akan tinjau untuk nanti yang tahap dua Insyaallah Mei sudah bisa selesai tapi mulai beroperasinya biasa kalau pabrik perlu 2-3 bulan," tutur Erick.
Sementara itu, saat ditanya terkait keputusan perpanjangan kontrak IUPK Freeport, Erick hanya menuturkan pembahasan sudah dilakukan dengan ketentuan tambahan divestasi saham sebesar 10 persen, sehingga Indonesia memiliki total 61 persen saham Freeport.
"Kalau itu sudah dibahas, kan sudah disetujui, tinggal proses penyelesaian smelternya ini benar-benar jadi, baru diperpanjang, karena kan harus seperti itu," ujar Erick.
Sebelumnya, BPK mencatat nilai potensi denda administratif yang perlu dibayarkan PTFI kepada negara atas keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) sebesar USD 501,95 juta atau setara Rp 7,77 triliun (kurs Rp 15.494).
ADVERTISEMENT
Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 yang diterima kumparan, BPK mengungkapkan perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian PTFI tidak sesuai dengan ketentuan.
"Laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan fasilitas pemurnian PTFI tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik," jelas dokumen tersebut, dikutip Selasa (5/12).
BPK melanjutkan, hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan bahwa progres yang dicapai PTFI tidak mencapai 90 persen, sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam.
BPK pun melakukan penghitungan potensi denda dengan menggunakan data realisasi penjualan ekspor PTFI dan diperoleh nilai potensi denda administratif keterlambatan sebesar USD 501,94 juta.
ADVERTISEMENT